Minggu, 12 Juli 2009


Artikel

Menulis?? Why Not..

Menulis mungkin merupakan hal yang jarang dilakukan, terlebih oleh anak-anak muda. Mungkin, pada saat ini mereka lebih senang menghabiskan waktu untuk bergaul, jalan-jalan, berbelanja ataupun hura-hura, dibandingkan menulis dan berhadapan di depan computer selama berjam-jam untuk menulis dan menumpahkan semua ide dan gagasan yang ada di dalam otak.
Menulis, bisa dikatakan sebagai sebuah hobby ataupun bakat, jika seseorang yang tidak memiliki bakat dalam menulis, mungkin mereka akan mengalami kesulitan di dalam membuat sebuah tulisan, tetapi, jika orang tersebut memiliki kemauan yang keras untuk dapat menulis, maka orang yang asalnya tidak memiliki bakat menulis, akan bisa membuat sebuah tulisan, jika orang tersebut mau berusaha dan berlatih terus-menerus.
Seperti pepatah yang berbunyi, “tak kenal maka tak sayang,” maka seseorang yang ingin dapat menciptkan tulisan yang menarik dan berisi itu harus mengenal dulu apa saja yang harus ada di dalam sebuah penulisan dan kita juga harus menjiwai apa yang kita tulis itu.
Menulis sebenarnya merupakan hal yang mudah, jika dilakukan dengan pikiran yang jernih dan juga pengetahuan yang luas, dan disini ada beberapa tips untuk menulis sebuah artikel dengan mudah.

Tips-tips mudah menulis artikel :

1. Menentukan tema tulisan ( Apa yang sedang ada di pikiran kita bisa menjadi sebuah tulisan yang menarik, jika kita dapat mengmbangkannya dan menuangkannya ke dalam sebuah kata-kata )
2. Jika bisa, buatlah tema tulisan yang sedang banyak dibicarakan orang, jangan membuat tema tulisan yang sudah “basi” karena hal ini mungkin tidak akan diminati oleh pembaca.
3. Menentukan isi yang akan dibahas dalam artikel. Isi dari sebuah artikel harus focus pada satu permasalahan dan ambil permasalahan yang dianggap paling penting untuk di tulis.
4. Sesuaiakan siapa target pembaca, apakah targetnya itu, anak-anak, remaja atau dewasa.
5. Gunakan bahasa yang mudah dimengrti dan tidak berbelit-belit.
6. Tulisan isi artikel dibuat seolah-olah seperti menceritakan sebuah pengalaman, hal ini ditujukan agar pembaca dapat memperoleh gambaran/ bayangan dari apa yang kita tuliskan.
7. Jangan takut dan ragu dalam mEnulis, keluarkan semua ide yang ada di dalam pikiran kita.

Jika kita sudah mengetahui bagaimana membuat sebuah artikel, maka secara tidak langsung, ide-ide membuat tulisan itu akan terus mengalir, karena pada saat kita sedang menulis, kita akan menjadi terbawa oleh tulisan tersebut. Jika pada awalnya, kta tidak berminat sama sekali dalam menulis, tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk menulis, karena pada saat kita menulis, kita dituntut untuk berfikir dan mengingat semua pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki dan kemudian pengalaman dan pengetahuan itu dapat kita tuangkan ke dalam sebuah kata-kata, sehingga kita menjadi merasa nyaman dalam menulis dan menjadikan menulis itu sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan.
Menulis bagi pemula, memanglah sangat sulit, terlebih jika menulis sebuah tulisan yang non fiksi. Bagi pemula, jika tidak dapat menulis tulisan non fiksi, maka cara mudahnya adalah, mencoba dulu untuk membut tulisan fiksi, seperti, cerpen, cerbung, dan novel. Menulis fiksi terkesan lebih mudah dibandingkan menulis non fiksi, karena menulis fiksi itu yang dibutuhkan hanyalah fantasi/khayalan dari sang penulis, tetapi dalam menulis fiksi, harus memiliki karakter yang kuat dalam setiap penokohan dan juga jika bisa, penulis harus ikut masuk dalam dunia fantasi tersebut, atau jika terlalu sulit untuk merekayasa sebuah tulisan fiksi, maka tidak ada salahnya juga jika tulisan fiksi itu berasal dari kisah sang penulis, tetapi tidak harus kisah orisinil dari penulis, kisah tersebut bisa ditambahkan dengan apa yang ada di dalam fantasi kita. Jika kita sudah merasa mahir dalam menulis cerita fiksi, maka kita perlahan-lahan dapat mencoba untuk menulis non fiksi, namun untuk pemula, tulisan non fiksinya jangan yang terlalu ilmiah. Sesuaikan tema tulisan tersebut dengan apa yang kita ketahui atau sesuaikan dengan apa yang kita suka. Hal itu dimaksudkan agar kita dapat menguasai tema tulisan yang kita buat,dan ingat!! tulisan non fiksi itu tidak boleh menjiplak dari tulisan lain, jika kita ingin mengutip tulisan dari orang lain, maka kita harus mencantumkan sumber tulisan itu.

Hambatan dalam menulis dan cara mengatasinya

Di dalam menulis sebuah tulisan, baik itu tulisan fiksi ataupun non fiksi, tentunya terdapat hambatan-hambatan di dalam pembuatan penulisannya, dan sebagai seorang penulis, maka kita harus dapat mengatasi semua hambatan-hambatan tersebut agar kita tetap dapat menulis dan mengeluarkan semua ide-ide kita.
Jika kita memiliki hambatan dalam menetukan sebuah ide tulisan, maka solusi yang tepat untuk mengatasinya adalah dengan cara kita meneliti situasi yang sedang terjadi di sekitar kita. Misalkan, jika di Indonesia sedang ramai diperbincangkan mengenai narkoba, maka tidak ada salahnya jika kita menjadikan narkoba tersebut sebagai bahan dari tema tulisan kita, atau juga kita bisa menanyakan pendapat orang di sekitar kita mengenai tema dari tulisan yang akan kita buat. Jika kita sudah mendapatkan beberapa pendapat dari orang lain, maka kita tinggal memilih tema mana yang paling sesuai dengan tulisan yang akan kita buat
Hambatan lain dalam penulisan yaitu, jika kita tidak memilki media untuk menulis (computer atau laptop), maka solusinya, kita bisa menulis dulu apa yang akan kita tuliskan di sebuah buku dengan menggunakan tulisan tangan, dan jika tulisan kita sudah selesai, baru di ketik di tempat rental komputer. Jika kita malas untuk mengetik, maka kita bisa meggunakan jasa pengetikan, namun sebaiknya tulisan yang kita buat diketik sendiri karena jika kita mengetik sendiri, kita dapat langsung mengoreksi apa yang salah di dalam tulisan tersebut.
Kegagalan dan penolakan di muat di media, itulah hambatan yang sering dihadapi oleh seorang penulis. Kegagalan merupakan awal dari kesuksesan, maka jika kita sudah mengirimkan tulisan kita ke penerbit atau ke media tetapi sering ditolak, maka solusinya adalah dengan kita selalu terus menulis dan membuat terobosan baru tentang apa yang kita tuliskan. Penolakan untuk diterbitkan itu merupakan pembelajaran dan uji mental bagi para penulis agar penulis tersebut mau terus menulis dan jangan putus asa, karena peluang untuk di terbitkan atau dimuat di media itu akan selalu ada dan itu bisa terjadi oleh siapapun, bahkan penulis amatir sekalipun.

Menulis Itu Asik

Menulis, sebenarnya merupakan kegiatan yang bermanfaat bagi kita, karena secara tidak sadar, di saat kita menulis, otak kita terus bekerja untuk berfikir dan merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang bermakna dan menarik. Menulis itu adalah kegiatan yang menyenangkan dan sebenarnya bukan juga kegiatan yang membosankan seperti banyak dikatakan oleh orang lain yang tidak menyukai menulis. Sebernya, menulis itu bisa dilakukan oleh siapa saja dan menulis itu juga bisa dilakukan kapan saja. Ide-ide yang dapat dituliskan juga bisa diperoleh dari manapun, bisa dari pengalaman, pengetahuan, cerita dari sahabat, dll.
Jika kita sudah pernah menulis satu kali atau dua kali, dan seterusnya, maka kita akan terbiasa untuk menulis dan jika kita sudah terbiasa menulis, maka ide-ide yang dihasilkaa juga akan lebih baik dan menarik untuk dibaca. Jadi, tidak salahnya jika kita mencoba untuk menulis, meskipun kita memiliki bakan menulis, tapi mencob itu lebih baik daripada kita tidak mencoba sama sekali.

Lampiran

Biodata Penulis


Nama, Widia Ratna Juwita dan biasa sering di panggil Widi. Lahir di Bandung pada tanggal 26 Mei 1989. Widi adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Widi di besarkan di Bandung dan menempuh pendidikan dasar hingga perguruan tinggi di Bandung. Pendidikannya yaitu :TK Teratai, SDN Garuda I Bandung, SMP Angkasa Lanud Husein S, SMA YWKA, dan sekarang sedang menempuh pendidikan di STIKOM (Sekolah Tinggi Ilku Komuniaksi) jurusan komunikasi Broadcast.

Kesibukan sehari-hari dari widi sama seperti mahasiswa yang lainnya, yaitu setiap hari kuliah dan aktif di dalam kegiatan kemahasiswaan. Di luar kegiatan kemahsiswaan, Widi sering disibukkan dengan bermain musik karena di dalam band keluarganya, widi merupakan satu-satunya perempuan yang bermain musik dan berada di posisi sebagai gitaris. Selain itu juga, aktivitas yang lainnya yaitu, bergaul dan mencari banyak jaringan sebanyak mungkin, dan juga sibuk untuk mencari ide dalam menulis. Cita-cita dari Widi yang paling utama adalah ingin menjadi seorang announcer yang sekaligus juga seorang musisi dan penulis.



Senin, 20 April 2009

Aku Tersenyum Lagi

Namaku Ichi

Namaku Ichi, aku adalah seorang gadis yang berusia 20 tahun. Aku lahir juga besar di kota Bandung, kota yang menurut kebanyakan orang adalah kota yang penuh pesona dan kota yang romantis. Tapi bagiku, apa yang dikatakan semua orang bahwa Bandung itu adalah kota yang romantis, aku tidak mempercayainya. Terlebih ketika aku mengalami patah hati yang kesekian kalinya. Mungkin aku adalah salah satu korban patah hati, dan aku yakin bukan hanya aku saja yang menjadi korban patah hati itu.

Desember, 26 2008..

Aku tidak bisa mempercayainya bahwa hari itu adalah hari terakhirku bersama dengan Bre. Pada hari itu, kami pergi jalan-jalan, aku tidak memiliki firasat buruk pada sebelum kejadian itu. Namun, saat aku sedang melahap nasi goreng kesukaanku, tiba-tiba ada kata-kata yang membuat aku sakit dan rasanya ingin sekali menangis. Bre yang selama ini menjadi pacarku, dia meminta untuk mengakhiri hubungan kita. Dan yang tidak aku percaya, dia memutuskanku bukan karena dia jatuh cinta sama cewek lain, tapi Bre ternyata menyukai cowok.

“ Chi, aku gak bisa nerusin hubungan kita ini. Aku gak tau kenapa aku gak bisa, aku pingin balik ke kehidupanku yang dulu,” bisik Bre padaku.

“ Maksud kamu apa?,”ucap ku.

“ Aku jatuh cinta sama cowok. Aku bilang jujur sama kamu karena aku percaya kamu bisa ngertiin aku. Sebelum pacaran sama kamu, aku emank uda gay, dan di saat aku pacaran sama kamu, aku pingin nyoba untuk berubah, tapi aku gak bisa.”

“ Maafin aku chi, tapi kita tetap bisa jadi sahabat qo.”

Hatiku sakit mendengar ucapan Bre pada saat itu. Aku tidak percaya bahwa Bre yang selama ini jadi pacarku adalah seorang gay, rasanya ingin sekali menangis.

“ Kalau itu keputusan kamu, aku terima. Asal kamu bahagia, aku juga bakalan bahagia,” ucapku sambil sedikit mengeluarkan air mata.

“ Thank’s ya chi.”

Itu pertemuan terakhirku dengan Bre, dan semuanya sekarang berakhir. Aku merasakan sendiri, terkadang aku merasakan rindu kepada Bre, namun apakah dia juga merasakan hal yang sama denganku??.

☻☻☻

Tahun 2009

Bulan januari ini sudah memasuki tahun baru di tahun 2009, aku berharap di tahun ini semuanya akan baik-baik sja dan tidak ada kejadian buruk yang menimpaku seperti di bulan Desember tahun lalu.

Pagi itu, seperti biasa, aku pergi ke kampusku. Jarak yang aku tempuh dari rumah ke kampus lumayan jauh, sekitar 45 menit dan setibanya di kampus, aku menuju pelataran parkir untuk memarkirkan CRV hitamku. Pagi itu udara mendung dan sesekali ada rintikan hujan. Suasana kampus yang masih sepi membuatku menjadi bosan dan juga membuatku manjadi tambah merasakan dinginnya udara pagi. Untuk menghangatkan tubuhku, aku lalu pergi ke tempat penjual bubur ayam yang letaknya tidak begitu jauh dari kampusku.

“ Mau pesen bubur berapa porsi neng?” ucap pedagang bubur itu dengan ramah.

“ Satu porsi aja ya pak. Di makan di sini,” seruku.

“Tringg…” Beberapa menit kemudian, bubur itu telah tersaji di meja dan akupun siap untuk melahapnya.

Setelah selesai memakan bubur, aku lalu memesan cappuccino hangat. Sesekali aku teringat kepada Bre, aku ingat betul bahwa cappuccino hangat adalah minuman favorit aku dan Bre. Dulu, kami sering meminum cappuccino di café yang menjual sajian bermacam-macam kopi. Aku lalu menjadi terbawa kepada masa lalu, masa-masa indah saat bersama Bre.

“ Buuuukkkkkkk….” Ada tangan yang menepuk pundakku. Aku lalu terjaga dari lamunanku, dan saat aku melihat ke belakang, ternyata ada Detriz sahabatku.

“ Woii…pagi-pagi udah ngelamun mbak. Jangan ngelamun gitu donk. Jelek tau. Muka lu jadi kusut gitu,” ucap Detriz.

“ Yee…siapa juga yang ngelamun, gw cuma lagi mikirin seseorang yang berarti banget buat gw,” hardik Ichi.

“ Udah jam delapan nih, kita ke kampus yuk.. Dari tadi gw nyariin lo, ternyata lo ada di sini,” seru Detriz.

Aku dan Detriz lalu berjalan menuju kampus untuk melakukan kegiatan perkuliahan.

Sedikit perkenalan mengenai cewek yang bernama Detriz, Detriz adalah sahabatku yang paling baik, sahabatku sebenarnya bukan hanya Detriz saja, tapi masih ada juga yang lainya. Aku, Detriz, Dara dan Diora, adalah sahabat. Kami juga memiliki sebuah band, “The Stars” itulah nama band kami. Band kami belum terlalu terkenal, tapi cukup di kenal di kampusku dan di daerah kota Bandung.

Duplikat Bre

Selesai kuliah, aku, Detriz, Dara dan Diora, seperti biasa, kami berempat langsung pergi meninggalkan kampus untuk makan siang bersama di sebuah café di kawasan Cigadung, Dago. Suasana siang yang panas tidak membuat kami menjadi malas untuk pergi menuju Cigadung. Aku dan sahabatku pergi menggunakn CRV hitamku. Di dalam perjalanan, kami tertawa dan bersenang-senang bersama. Alunan musik dari Sindentoscha yang berjudul kepompong, menambah ramai suasana di mobil, dan kami sesekali bernyanyi bersama.

“ Persahabatan bagai kepompong, merubah ulat menjadi kupu-kupu,

Persahabatan bagai kepompong, hal yang tak mudah berubah jadi indah”

Setibanya di café Cigadung, kami lalu memesan menu favorit kami masing-masing. Aku tentunya memesan sirloin steak kesukaanku, Diora memesan pizza tungku, Detriz memesan Sop Buntut dan Dara hanya memesan salad saja. Kami sungguh heran pada Dara, seharusnya jam makan siang itu perut diisi dengan makanan yang bisa membuat perut kenyang, tapi sahabatku yang satu ini sangat aneh, dia malah memesan salad untuk menu makan siangnya, alasannya karena dia sedang diet, padahal menurut kami, tubuh Dara cukup proporsional. Tapi, aku, Detriz dan Diora sudah tidak heran dengan menu makan siang Dara. Kami menjadi sahabat karena kami memiliki kesamaan, kesamaan dalam menyukai bermain musik, dan masih banyak yang lainnya. Oh iya, kami juga sama-sama aneh, masing-masing dari kami memiliki sifat aneh yang berbeda-beda. Tapi sampai saat ini, aku sangat senang memilki sahabat seperti mereka, mereka selalu ada di saat aku sedih dan di saat aku senang.

“ Enak banget nih Steaknya, ada yang mau nyoba gak nih?” tawarku pada teman-temanku.

“ Ikhh… nggak akh, lemaknya banyak banget tuh,”tolak Dara.

“ Tapi enak tau rasanya,” jawabku.”

“ Mendingan ini, salad buah-buahan.. Bisa bikin badan kita fresh,”ucap Dara.

“ Ya tapi kan kalau buat makan siang cuma makan salad doank, ya mana kenyang lah.,” ucap Diora.

“ Aduhh…kalian ini ribut aja, gw lagi serius makan nih,” ucap Detriz.

“ Teruss…kalau kita ribut lu mau apa?” timpal Diora.

“ Ya nggak mau apa-apa .. gw cuma pengen kita pas lagi makan gak usah ribut gitu,” ucap Detriz.

Perdebatan kami lalu berhenti saat ada sosok laki-laki yang melintas, dan laki-laki itu sangat mirip dengan Bre. Aku, lalu melihat ke arah laki-laki tersebut.

“ Udah chi, dia bukan Bre qo,” ucap Detriz.

“ Iah, tuh liat, badannya pendek gitu, bukan Bre tuh,” timpal Dara.

“ Tapi mirip Bre banget, sumpah mirip banget gurls..,” ucap Ichi.

“ Udah deh Chi, lu ngaapain sih masih mikirin Bre, dia itu Cuma cowok gay. Lu ngapain sih masih inget-inget cowok gay itu?” seru Diora.

Aku lalu tersadar dengan ucapan teman-temanku itu, dan aku juga percaya dengan ucapan mereka kalau laki-laki yang aku lihat itu bukan Bre.

Aku lalu melanjutkan menghabiskan steak kesukaanku itu, dan aku juga sahabat-sahabatku, lalu mulai mengganti topik pembicaraan kami.

Makan siang kali ini ada sedikit kejutan bagiku, yaitu saat aku melihat sosok yang begitu mirip dengan Bre. Aku jadi kembali teringat pada Bre, apakah dia masih ingat padaku?.

☻☻☻

Pertemuanku dengan sosok yang begitu mirip dengan Bre tidak bisa aku lupa. Bre, orang yang aku sayang dan sekarang aku menemukan sosok yang begitu mirip dengan dirinya.

“ Ckkiiiiitttt….” Suara itu datang dari bunyi rem mobilku, aku hampir saja menabrak gerobak bakso yang sedang melintas. Dara, Diora dan Juga Detriz ikut terkejut karena aku tiba-tiba rem mendadak mobilku.

“ Yaampun Chi, lu hati-hati donk nyetirnya, bahaya. Udah, biar gw aja yang nyetir mobil lu. Gw tau, lu pasti lagi mikirin si Bre itu kan?”ucap Detriz.

“ Sorry-sorry, gw lagi gak konsen tadi nyetirnya, gw cape,” Ucapku.

Aku lalu meminggirkan mobilku kemudian Detriz menggantikan posisiku untuk mengendarai mobilku.

“ Kita sekarang mau kemana? Mau jalan-jalan dulu atau mau pulang?”ucap Detriz bagaikan sopir taxi yang menanyakan tujuan kepada penumpangnya.

“ Kita pulang ke rumah-rumah masing-masing aja deh,” timpal Dara.

“ Ok, siap,”seru Detriz.

Detriz lalu mengantarkan Dara dan Diora ke rumah mereka masing-masing, kemudian disusul dengan dirinya yang pulang dan terakhir, aku.

“ Hati-hati ya Chi, jangan ngelamun tuh nyetirnya, ntar nabrak,” ucap Detriz.

“ Iah, sip boz..” seruku.

Aku lalu meninggalkan Detriz dan aku lalu segera pulang menuju arah kompleks Setrasari.

☻☻☻

Dalam gelapnya malam, aku masih saja memikirkan Bre. Aku sadar bahwa hari ini ada dua kejadian yang membuat aku teringat kembali pada Bre. Yang pertama adalah saat aku meminum hot cappuccino, dan saat aku melihat sosok yang mirip dengan Bre. Kejadian tadi siang sungguh membayangiku, rasanya aku ingin melupakan Bre, tapi terasa berat bagiku untuk melupakan dia.

Aku menulis buku harian ku dan aku menuliskan semua perasaanku hari ini.

“Tuhan, kenapa aku kembali teringat pada Bre?. Hari ini sebuah kebetulan, ada dua hal yang membuat aku teringat padanya. Tuhan, aku lelah jika harus seperti ini. Aku tidak bisa melupakan Bre. Dia begitu cepat untuk meninggalkanku. Dia sungguh sempurna bagiku.”

Aku lalu mengakhiri catatanku itu. Sambil menunggu mengantuk, aku menatap melalui jendela kamarku, aku menatap langit dan aku berharap aku melihat bintang jatuh,jika aku melihat bintang jatuh, aku akan meminta agar Bre dapat kembali lagi padaku.

“ Huffttttt…” Aku menghembuskan nafasku, mataku sudah lelah melihat ke arah langit dan menanti bintang jatuh. Setelah cukup lama menanti, ternyata bintang itu tidak muncul. Aku kemudian menuju ke tempat tidurku, memejamkan mataku dan aku tertidur dengan lelap.

“The Stars”

Hari itu, aku, Detriz, Dara dan Diora berencana untuk latihan Band. Aku memiliki band, nama band kami adalah “The Stars”

Kami lalu pergi menuju studio band yang berlokasi di kawasan Suci, kami belum mempunyai studio band sendiri, maka dari itu, untuk sementara, kami menyewa studio band. Aku sering sekali merengek kepada papa agar dibuatkan studio band, tapi permintaanku kepada papa itu belum di kabulkan, papa selalu memberikan alasan jika aku memilki studio band sendiri, nantinya aku akan malas belajar, padahal meurutku, memiliki studio band sendiri itu adalah hal yang lebih baik daripada harus menyewa studio band yang harga per jamnya lumayan mahal.

Kami lalu segera menuju studio band langganan kami. Setibanya di sana, kami sudah disambut ramah oleh bang Ali. Bang Ali adalah pemilik studio band yang biasa kami sewa. Di tempat ini, terdapat lima studio band dengan kualitas alat-alat musik yang bagus dibandingkan studio band lain. Bangunan studio yang berarsitektur minimalis itu merupakan hasil rancangan bang Ali, kami kagum kepada bang Ali, selain dia pandai memainkan berbagai jenis alat musik, bang Ali juga pandai dalam merancang bangunan studio. Di dalam bangunan studio tersebut, sangat terasa sekali bahwa bagunan itu adalah studio band. Nama studio band itu adalah “Stars.” Sama dengan nama band ku yaitu “ The Stars,” kami memang sengaja memakai nama “The Stars” karena terinspirasi dari tempat studio band yang sering kami pakai untuk berlatih, selain itu juga, nama “The Stars” itu artinya bahwa aku dan teman-temanku yakin bahwa band kami suatu saat nanti akan menjadi bintang yang selalu bersinar.

Hari itu, di studio band, kami sudah siap untuk berlatih, kami masih membawakan lagu milik band lain, karena lagu yang kami buat belum selesai. Kami sudah bersiap dengan posisi masing-masing. Aku menjadi gitaris, Detriz sebagai bassis, Dara Vokal dan Diora menjadi drummer.

Kegiatan latihan band merupakan kegiatan rutin kami, biasanya kami berlatih seminggu dua kali, namun jika kami sama-sama sibuk, seminggu satu kali juga sudah cukup bagi kami.

“ Stop..stop..stop..” ucap Detriz mengomandani. “ Dara lu, powernya kurang, ayo donk, lu jangan kaya gitu nyanyinya.”

“ Ya maaf donk, suara gwnya lagi serak nih gara-gara semalem teriak-teriak manggil tukang nasi goreng,” ucap Dara.

“ What…, lu malem-malem manggil tukang nasi goreng? Hahaha…,” tawa Diora

“ Yee…emank kenapa kalau gw manggil-maggil tukang nasi goreng?,”ucap Dara.

“Ya, aneh aja.. lu kan paling anti tuh makan malem apalagi sama nasi goreng, terus suara lu jadi serak gara-gara manggil penjualnya.. yaampun.. aneh akh lu,” ucap Diora.

“ Kemaren malem gw lagi laper banget, di rumah gw lagi gak ada makanan, yaudah, daripada gw mati kelaperan, ya gw beli aja tuh nasi goreng,” ucap Dara.

“ Aduhh… kalian ini ribut mulu akh, lu lagi Diora, ngapain juga ngebahas masalah si Dara beli nasi goreng. Udah, kita lanjut latihan lagi. Waktu kita terbuang nih. Dara, lu nyayinya pake power ya,” pinta Detriz.

Aku sering tertawa saat mendegar dan melihat Dara dan Diora saling mengejek atau apalah itu, mereka memang selau begitu, terkadang mereka rukun-rukun saja, tetapi terkadang juga, selalu ada saja masalah yang di ributkan dan Diora adalah biang dari keributan itu, Diora memang temanku yang paling usil, ada saja hal yang selalu dia komentari dan Dara sering menjadi korbannya, maka dari itu, Dara dan Diora selalu bertengkar, dan Detriz lah yang selalu menjadi penengah mereka, sementara aku, aku hanya tersenyum saja melihat kelakuan mereka yang terlihat seperti kucing dan anjing.

Kami lalu kembali melanjutkan latihan band. Aku dan teman-temanku berharap suatu saat nanti “The Stars” menjadi sebuah band yang populer, itu adalah cita-cita kami. Meskipun sekarang kami belum mempunyai lagu sendiri, tapi jadwal kami manggung cukup lumayan, jika ada sebuah event di kampus, kami selalu di jadikan bintang tamu, selain itu juga “ The Stars” sudah beberapa kali tampil di pensi-pensi sekolah dan di café-café ternama di kota Bandung. Dan untuk ke dapannya, kami sudah merancang sebuah lagu, tetapi lagu itu belum kami bawakan karena kami belum yakin dengan lagu itu.

☻☻☻

Dua jam sudah, kami berlatih di studio. Latihan dua jam sudah cukup menguras tenaga. Kami lalu segera membayar sewa studio yang telah kami pakai kepada bang Ali. Setelah selesai membayar, kami tidak langsung pulang, kami beristirahat di café milik bang Ali yang bernama café Melody, selain memiliki studio band, bang Ali juga memiliki café dan cafénya juga sangat nyaman, pengunjung café itu juga anak-anak yang biasa menyewa studio. Jika malam minggu, di café itu di adakan live musik, band ku juga pernah tampil di café bang Ali. Aku dan teman-temanku menjadikan café Melody itu sebagai tempat kami berkumpul dengan anak-anak band yang lainnya, kami biasanya saling bertukar pikiran tentang musik, hal yang sering kami bicarakan tidak jauh soal trend musik saat ini, style pakaian dan juga tentang alat-alat musik terbaru.

Bagiku, studio musik “Stars” dan “The Stars” tidak dapat dipishkan, keduanya saling ketergantungan, bayangkan jika tidak ada studio musik, mungkin”The Stars” tidak akan bisa terbentuk, dan yang paling utama berdirinya “The Stars” adalah, aku dan teman-temanku, Detriz, Dara dan Diora, tanpa mereka juga, band “The Stars’ tidak akan pernah ada. Aku mencintai sahabat-sahabatku,”The Stars” dan juga studio“Stars,” mereka sangat berarti bagiku.

Kasus Dara dan Diora

“ Diorrraaaaa…..” suara itu menggelegar memecah keheningan malam yang begitu tenang. Suara teriakan itu datang dari mulut Dara. Aku dan Detriz yang sedang berada di ruang tv ikut terkejut mendengar teriakan itu dan kami lalu pergi meuju arah di mana suara itu berada.

Aku dan Detriz lalu pergi menuju kamar Dara, sumber teriakan tersebut berada. Setibanya di sana, seperti biasa, Dara dan Diora sedang bertengkar. Aku tidak mengerti, selalu ada saja ada yang dipermasalahkan dari mereka.

“ Yaampun, nih anak pada ngapain sih ribut-ribut begini?” ucapku.

“ Nih, Diora baca diary gw. Arggghhh…nyebelin lu” tangis Dara.

“ Diora, lu ngapain sih baca diary Dara? Lu kan tau kalau diary itu privacy, ngapaen lu baca?,” seru Detriz.

“ Ya abisnya gw penasaran sih sama isinya, lagian juga gw baru baca depannya doank qo, suer deh,”bela Diora.

“ Ya terus kenapa lu tadi samape ketawa-ketawa gitu baca diary gw?” ucap Dara

“ Heheeheheh…abisnya diary lu lucu sih ceritanya, ya jadi gw pengen ketawa deh..” ucap Diora.

“ Udah, udah, Diora, lu minta maaf sama Dara. Gw nggak mau kalian ribut terus. Ayo cepet minta maaf,” pinta Detriz.

Diora lalu meuruti apa kata Detriz dan kemudian dia meminta maaf kepada Dara.

“ Dara, maafin gw ya, gw uda baca diary lu. Gw janji gak bakalan baca diary lu tanpa sepengetahuan lu, tapi kalau gw baca minta izin lu dulu boleh nggak??hehehe…” canda Diora.

“ Dioraaaa….iii… dasaar ya lu,” Dara lalu berteriak dan mengejar Diora, dan tanpa dikomandoi, Diora lalu berlalari untuk menghindari kejaran Dara. Mereka saling berkejar-kejaran. Aku dan Detriz hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang seperti anak kecil. Tapi, jika tidak ada mereka, pasti suasana akan sepi karena tidak ada keributan mereka.

Setan??Ikh…Sereemm..

Aku dan Detriz tertawa melihat tingkah Dara dan Diora yang sedang kejar-kejaran, mereka terlihat lelah.

Diora lalu menghentikan larinya, “ Stop, udahan akh.. gw nyerah. Iya maafin gw, tadi kan gw cuma becanda. Janji deh beneran gak akan baca-baca lagi diary lu,” janji Diora.

“ Ok, gw maafin lu. Lagian juga gw cape kalau harus ngejar-ngejar lu. Daripada gw ngejar-ngejar lu, mendingan gw ngejar-ngejar cowo deh,” ucap Dara.

“ Uwwhh…dasar ya cewe ganjen, pikiran lu Cuma cowo aja terus,” seru Diora.

“ Biarin aja,” ucap Dara.

Malam itu, aku, Detriz dan Diora menginap di rumah Dara. Orangtua Dara yang sering keluar kota, membuat Dara merasa kesepian di rumah, maka dari itu, aku dan sahabat-sahabatku sudah beberapa kali menginap di rumah Dara.

Hembusan angin yang dingin dan suasana yang hening membuat kami merasa agak sedikit “parno”, apalagi bangunan rumah Dara yang merupakan bangunan rumah tua yang di bangun pada zaman Belanda, hal itu membuat kami agak sedikit merasakan aura mistis. Terlebih lagi, tempat tinggal Dara berada di kawasan deretan rumah-rumah tua peninggalan zaman Belanda, sehingga jika malam hari, suasananya memang sangat sepi dan mencekam.

Sekitar jam setengah satu malam, kami masih membuka mata kami, kami masih belum merasakan mengantuk karena kami asik mengobrol, bercanda sambil menonton DVD. Pada malam itu, entah mengapa, tiba-tiba bilu kudukku merinding, aku merasakan ada makhluk gaib yang melewatiku, namun pada saat itu aku hanya terdiam dan tidak memberitahukan kepada teman-temanku. Aku lalu melanjutkan menonton dan bercanda bersama mereka.

Setelah selelsai menonton DVD, kami masih juga belum merasakan rasa ngatuk, padahal waktu sudah menujukkan jam satu malam. Sambil menunggu ngantuk, kami lalu memutuskan untuk bermain Playstation. Aku dikagetkan kembali dengan bulu kudukku yang kembali berdiri, perasaanku menjadi tidak karuan karena aku merasakan takut. Aku lalu terdiam.

“ Chi, lu kenapa? Qo lu tiba-tiba diem gitu sih?” Tanya Detriz.

“ Eh, iya, gw gak apa-apa qo,” ucapku dengan perasaan yang seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi padaku.

“ Owh, ok.. Tapi lu gak ngelamun kan?,”Tanya Detriz lagi.

“ Ya gak lah, gw gak ngelamun.”

“ Gw, ke toilet dulu ya,” ucap Detriz sambil pergi meninggalkan ku. Sementara itu, Dara dan Diora sedang asik bermain Playstation dan aku menunggu giliran utuk bermain.

Malam itu, angin bertiup begitu kencang, saat Dara dan Diora sedang asik bermain Playstation, tiba-tiba ada suara teriakan dari arah dapur.

“ Seeetttaaaaaannnnnn….!!!”

Aku, Dara dan Diora terkejut mendengar terikan itu. Lalu tiba-tiba Detriz kembali ke ruang TV dengan nafas yang terengah-engah dan juga dengan wajah yang ketakutan.

“Chi, Dar, Dio, di luar ada.. ada…,” ucap Detriz seolah-olah dia tidak bisa mengeluarkan suaranya.

Ada apaan sih De,” tanyaku.

Ada seeettaann…. Iikhhh..gw takut, gw pengen pulang aja. Dar, rumah lo ada setannya ya?” ucap Detriz.

“Deg..” Aku lalu teringat pada saat bulu kudukku merinding tadi. Apa kejadian ini ada kaitannya dengan apa yang Detriz lihat?. Aku bertanya-tanya dalam hatiku.

“ Masa sih De, rumah gw gak ada setannya qo. Gw aja yang udah lama diem di sini belum pernah nemu setan sekalipun,” ucap Dara.

“ Ya lu salah liat kali De, lu lagi ngelamun kali,” tambah Diora.

“ Yaampun..gw nggak bohong, beneran ge lait tuh setan di luar, di deket jendela, warna putih gitu deh pokkonya,” ucap Detriz.

“ Masa sih, gw nggak percaya akh,” ucap Dara meyakinkan.

“ Yauda, gini aja, sekarang kita liat bareng-bareng ke sana, buat buktiin bener apa gak tuh setannya,” ajakku.

“ Ok, gw setuju,” ucap Diora.

“ Gak akh, gw nggak mau liat tuh setan. Gw beneran takut,” ucap Detriz.

“ Yauda kalau lu nggak mau ikut, lu tunggu di sini aja,” ucapku pada Detriz.

Detriz lalu berfikir sejenak. “ Eh, ya udah gw ikut, gw takut kalau gw di tinggal di sini sendiri,”ucap Detriz.

Aku, Dara, Diora dan juga Detriz akhirnya pergi menuju tempat dimana Detriz menemukan setan tersebut. Kami lalau berjalan menuju arah dapur, dapur di rumh Dar memang terkesan seram karena dapurnya juga masih bernuansa zaman Belanda, di samping kulkas, terdapat jendela yang cukup besar dan jendela itu dapat di buka tutup, selain itu juga jendelanya belum tertutup gorden. Dari luar jendela itulah Detriz melihat seperti bayangan putih dan dia lalu menganggapnya sebagai setan.

“ Dimana De lu liat bayangan itu,” tanyaku.

“ Tuh, di luar jendela itu,”ucap Detriz ketakutan.

“ Kami lalu berjalan perlahan menuju jendela tersebut. Kami semua merasa takut, takut jika apa yang dikatakan oleh Detriz itu benar-benar ada. Bulu kudukku kembali merinding, aku juga merasakan takut, terlebih aku berada di posisi paling depan, sementara Dara, Diora dan Deriz mengikutiku dari belakang.

Pintu jendela tesebut bergerak-gerak dan mengeluarkan suara khas dari jendela tersebut, bunyinya seperti bunyi pintu yang di buka.

“ Tenang, itu Cuma efek dari angin qo, jadi jendelanya bergerak-gerak sendiri dan buka tutup sendiri,” ucapku menenangkan mereka, padahal aku juga merasakan takut, teteapi aku mencoba untuk menenangkan teman-temankku agar suasananya tidak menjadi semakin menakutkan.

Kami sudah tepat berada di depan jendela tersebut, dan kami berdoa agar tidak ada apa-apa, namun ternyata kami melihat apa yang diucapkan oleh Detriz.

“ Seeetttaaaannnnn……!!!” kami berteriak kompak sambil berlalri menuju kamar Dara.

Tiba di kamar Dara, perasaanku, Dara, Detriz dan Diora menjadi tidak karuan. Lelah karena berlalri dan juga takut karena melihat bayangan putih yang berada di luar jendela.

“ Gw mau pulang, gw mau pulang,” pinta Diora padaku.

“ Shhtttt…sabar donk lu, lu juga jangan berisik gitu. Gw tau kita semua abis liat setan, tapi jangan sampe heboh gitu donk, tar kalau setannya nyamperin kita kesini gimana hayo?,” candaku pada Diora.

“ Hahh..!!kesini? iiikh.. gak mau pokokknya gw mau pulang,” pinta Diora.

“ Gurls, bener kan apa kata gw. Gw gak bohong kan sama kalian?,” ucap Detriz.

“ Iah, iah..gw percaya sama lu. Pokoknya kalau nyokap bokap gw udah pulang, gw mau minta pindah rumah. Gw gak mau tinggal di rumah hantu,” ucap Dara.

“ Udah, daripada jadi panic dan kitanya sama-sama ketakutan, mendingan kita tidur aja yuk?,” ajakku pada mereka.

“ Tapi gw gak bisa tidur,” ucap Diora.

“ Ya di coba donk buat tidur,” ucapku.

“ Gurls,tapi ngomong-ngomomg, qo satpam gw di depan tenang-tenang aja ya? Apa dia gak lait setannya gitu?” ucap Dara.

“ Tuh kan, di depan rumah lu ka nada satpam lu, yaudah kita tenang aja di sini. Sekarang, mendingan kita tidur aja ya,” ajakku.

Kami lalu mencoba untuk tidur meskipun dalam keadaan dan perasaan yang penuh dengan ketakutan.

Setan Palsu

Aku terbangun saat matahari pagi mulai bersinar dan menyinari jendela kamar Dara, aku tersadar bahwa hari sudah pagi, aku melihat teman-temanku masih tertidur pulas, mungkin gara-gara kejadian semalam, kami jadi tidur hingga larut malam. Aku lalu membuka jendela kamar agar udara pagi yang segar masuk dan membuat suasna menjadi damai.

“ Hufttttt…” aku menghembuskan nafasku tanda merasakan rasa lega karena malam yang menyeramkan sudah berubah menjadi pagi yang indah.

Aku melihat ke sekeliling halaman rumah Dara yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman hias yang cantik, tanaman-tanaman itu basah karena terkena embun. “Akhh…” sungguh indahnya tanaman-tanaman ini,” gumamku dalam hati.

Hari ini adalah hari minggu, kemarin aku, Dara, Detriz dan Diora berencana untuk mengunjungi pasar kaget yang berada di kawasan Gasibu. Jika pada hari minggu, kawasan gasibu berubah menjadi pasar kaget yang dipenuhi oleh banyak pengunjung dan banyak penjual, dari mulai penjual makanan hingga penjual baju. Hari ini, aku dan sahabat-sahabatku akan berjalan-jalan ke sana sambil menikmati udara kota Bandung di pagi hari.

Sambil menunggu mereka bangun, aku lalu meninggalkan kamar untuk menuju ke dapur, saat aku akan membuka kulkas, aku melihat ke arah jendela, dan apa yang aku lihat sangat mengejutkan sekali dan aku juga berfikir berarti kemarin malam, kami nampak bodoh karena benda itu. Ternyata, setan yang kemarin kami lihat itu bukan setan, tetapi hanya baju milik Pak Kosim (satpam keluarga Dara) yang sedang di jemur di atas pohon, dan baju itu memang berwarna putih, sehingga jika malam hari terlihat seperti bayangan putih. Arghhh…jika ingat hal yang kemarin malam, saat kami ketakutan setengah mati, mungkin kami seperti orang yang paling bodoh.

Aku lalu, kembali ke kamar dan membangunkan teman-temanku.

“ Gurls…bangun…udah siang nih.. ayo..ayo..banguuunn…,” seruku pada mereka.

“ Hoaammmmm…., lu berisik banget sih, masih ngantuk tau,” ucap Diora sambil menguap.

“ Yee…katanya kita hari ini mau jalan ke Gasibu? Ayo donk, nanti keburu siang, gw nggak suka kalau siang, soalnya bakalan panas banget. Ayo donk semuanya bangun…” ucap Ichi.

Dara, Detriz dan Diora akhornya terbangun dari tidurnya, mereka terlihat sangat susah sekali untuk membuka matanya.

“ Uuuwwwhhh…gw masih ngantuk neh Chi, qo lu uda bangunin gw sih? Gara-gara tuh setan, gw semalem jadi gak bisa tidur,” ucap Detriz.

“ Iya nih.. gw juga sama, gara-gara tuh setan, semalem gw jadi ketakutan,” timpal Dara.

“Hahaaahahaha…kalian semua ketipu tau,” ucapku sambil tertawa.

“ Maksud lu,” Tanya Detriz.

“ Iya, semalem kita nampak ketakutan banget kan sama tuh setan?. Sini deh, ayo sekarang lu semua ikut gw ke dapur,” ajak Ichi.

Mereka terheran-heran melihat sikap Ichi, namun mereka lalu menuruti ajakan Ichi tersebut.

“Tuh liat,” ucap Ichi sambil menunjuk ke arah pohon.

“ Apaan?,” ucap Dara.

“ Liat tuh di atas pohon ada apaan?” ucap Ichi.

Dara kemudian menyadari apa yang di lihatnya itu.

“ Hahh…ya yampun. Jadi yang kemarin kita anggap setan itu, ternyata Cuma baju mang Kosim yang lagi di jemur?,” Dara seperti tidak percaya.

“ Ya, gw juga baru nyadar tadi pas gw ke dapur dan liat ke arah pohon,” ucap Ichi.

“ Ya ampun…semalem padahal kita udah heboh banget tuh ketakutannya, udah kaya pemain film hantu aja tuh kita,” tambah Diora.

“Hah..jadi yang kemarin kita liat cuma baju?. Busyeet,,bego banget ya gw, uda nyangkain itu setan,” ucap Detriz.

“ Ya, nih gara-gara lu juga. Kemarin lu kan yang bilang ada setan. Ya jadi kita percaya, apalagi pas kita liat langsung,” ucap Dara.

“ Ya terus kenapa lu nya juga percaya sama omongan gw?? Kenapa hayo??,” goda Detriz.

“ Argghh..udah..udah.. udah siang nih, kita kan mau jalan-jalan ke Gazibu. Ayo donk kita siap-siap,” ucap Ichi mengajak teman-temannya.

Kami lalu kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap untuk ke Gasibu. Aku menjadi geli sendiri jika teringat kejadian kemaren, ternyata setan yang kemarin kami lihat Cuma setan palsu.. Eh, tapi kenapa ya kemarin bulu kudukku tiba-tiba merinding??.

Heboh di Gasibu

Suasana ramai dan padat sudah menjadi tradisi jika hari minggu di kawasan Gasibu. Lapangan olahraga yang biasanya dipakai untuk berolahraga, jika hari minggu berubah menjadi pasar tumpah, ternyata keramaian itu juga tidak hanya di lapangan Gasibu saja, tetapi terus menyambung hingga ke monument perjuangan yang juga dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya.

“ Ya..dipilih…dipilih.. neng silahkan hiasannya,” ucap sang pedagang pada kami yang sedang melintas di depan dagangannya.

Suasana Gasibu pada hari itu sungguh ramai, terlebih pada hari itu juga adalah awal bulan, sehingga sebagian warga Bandung tumpah ruah di kawasan Gasibu. Selain warga Bandung, banyak juga pengunjung dari luar Bandung yang sengaja datang untuk mengetahui keramaian Gasibu dan juga untuk berbelanja murah di kawasan Gasibu.

Aku, Dara, Detriz dan Diora berjalan sambil berdesak-desakan, karena sebagian ruas jalan di jadikan untuk tempat berdagang. Barang-barang yang dijajakan di Gasibu cukup bagus dan harganya juga lumayan terjangkau.

Di kawasan Gasibu, kami tidak hanya disuguhkan dengan deretan pedagang kaki lima saja, tetapi ada satu hal yang menarik perhatian kami, yaitu ada pertunjukan topeng monyet. Sang monyet dan juga pawangnya, dikerubungi banyakm orang yang ingin melihat monyet beratraksi. Pemandangan seperti itu juga menarik perhatian kami. Kami lalu mendekat menuju tempat pertunjukan topeng monyet tersebut.

“ Ekh.. Dara, qo lu maen di sini sih?,” ledek Diora kepada Dara.

“ Yee..itu lu aja kali, masa gw yang udah cantik kaya gini di bilang monyet sih. Gilaa lo,” ucap Dara.

Dimana-mana, seperti biasa, Dara dan Diora pasti selalu saling ejek, tapi untungnya, pada hari itu, ejekan mereka tidak memanjang hingga mereka bertengkar.

Saat pertunjukan berakhir, aku lalu memberikan uang kepada monyet tersebut. Nampak terlihat sangat lucu, saat sang monyet meminta uang kepada para penonton, sang monyet itu mengulurkan tangannya kepada penonton dan meminta uang. Pertunjukan topeng monyet cukup menghibur kami, karena di zaman sekarang pertunjukan topeng monyet sudah langka dan mungkin pertunjukan topeng monyet harus tetap ada sebagai bentuk kreativitas dan juga agar para pengelola topeng monyet dapat tetap bertahan hidup di zaman yang serba mahal ini, namun satu hal yang perlu diperhatikan oleh sang pengelola topeng monyet, yaitu jangan terlalu mengeksploitasi monyet, karena walau bagaimanpun, monyet adalah makhluk ciptaan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi.

Setelah puas menyaksikan pertunjukan topeng monyet, kami lalu melanjutkan untuk berjalan-jalan kembali awalnya kami hanya berniat untuk melihat-lihat saja, tetapi saat kami melihat sebuah kaos yang bertuliskan “Love My Best Friend”, kami tertarik untuk membelinya, dan kami membeli kaos yang sama dan nanti kami berencana untuk memakainya pada waktu yang bersamaan. Setelah lelah berkeliling, kami singgah di kios penjual makanan “Zupa-Zupa,” Zupa-Zupa adalah makanan sejenis roti namun memiliki mangkuk di bawahnya dan di dalam mangkuk itu berisi sup krim ayam yang sungguh lezat.

“Yummmyyy…. Enak banget ya Zupa-Zupanya,”ucap Detriz.

“ Iya, enak banget.. Nanti minggu depan kita kesini lagi yuk?,” ajak Diora.

“ Emmm…boleh-boleh, asal nanti lu teraktir kita beli Zupa-Zupa, ok, deal?” ucap Detriz.

“ Yeee…enak aja.. Gw pingin beliin buat nyokap gw, pasti nyokap gw suka,”ucap Detriz.

Pagi itu,aku menikmati saat berjalan-jalan di Gasibu, menikmati suasana kota Bandung yang sejuk, menikmati keramaian pengunjung dan pedagang di Gasibu dan juga menikmati kebersamaan persahabatan aku dan sehabat-sahabatku.

Pertemuan Tak Terduga

I don’t like monday, mungkin itu kalimat yang menjadi kalimat favorit bagi semua orang. Pagi itu, aku merasa sangat malas untuk berangkat kuliah, terlebih hari ini dosen yang mengajariku adalah dosen yang sangat membosankan. Aku beranjak dari tempat tidurku, mataku hanya seperempat saja yang terbuka, dan sisanya masih tertutup dan terbawa oleh bujukan setan yang menyuruhku untuk tetap tertidur.

“ Tokk….tokk..tokk..” Terdengar bunyi pintu yang di ketuk. Mendengar bunyi itu, aku tiba-tiba memaksakan untuk terbangun. Aku lalu membuka pintu kamarku.

“ Ichi, mama kira kamu masih tidur. Hari ini kamu kuliah kan?,” ucap mamaku dengan ramah menyambut anak kesayangnnya yang sudah terbangun.

“ Ya ma, hari ini Ichi ada kuliah. Ichi mandi dulu ya,” ucapku. Mama lalu pergi meninggalkan kamarku dan aku lalu bergegas untuk mandi.

Pagi itu aku memilih untuk mandi dengan air hangat, aku lalu memutar kran air yang berwarna merah pertanda air yang keluar adalah air hangat. Saat aku sedang asik mandi, aku lalu teringat dengan sesuatu.

“ Oh my god.. Tugas gw??,” ucapku panik.

Aku baru sadar aku lupa dengan tugas kuliahku. Tugas membuat artikel. Arghh.. aku kemarin terlalu asik bersama sahabat-sahabatku, sehingga aku mengabaikan tugasku. Aku berfikir untuk tidak masuk kuliah saja, namun apa boleh buat, aku memaksakan pergi kuliah tanpa membuat tugas dan aku pasrah saja dengan keadaanku nanti, apakah aku akan dipermalukan oleh dosenku atau apakah aku akan diberi hukuman?. Aku hanya bisa pasrah saja dengan keadaan.

Jam menunjukkan pukul sepuluh. Saat aku tiba di kampus, aku masih melihat teman-teman sekelasku berada di kantin. Aku lalu menghampiri mereka.

“ Hi selamat pagi. Qo belum pada masuk?,” tanyaku pada salah satu teman sekelasku.

“ Lu gak tahu ya, dosennya kan gak ada. Katanya sih lagi ada diklat keluar kota,” jelas temanku itu.

Mendengar ucapan temanku itu, aku lalu merasa itu adalah sebuah keajaiban atau mungkin itu sebuah kebetulan. Hari itu aku merasa beruntung karena dosenku tidak ada dan aku juga tidak usah mengumpulkan tugas yang belum aku kerjakan.

Aku mememutuskan untuk pergi ke tempat kost Detriz. Aku, Dara, dan Diora menjadikan tempat kost Detriz sebagai Base camp kami. Jarak kampusku dengan kost Detriz cukup dekat.

Aku mengetuk pintu kamar Detriz.

“ Tokk..Tokk..Tokkk…”

“ Detriz lalu mebuka pintu kamarnya itu. Wajahnya yang keturunan indo Perancis itu tetap terlihat cantik meskipun Detriz baru terbangun dari tidurnya.

“ Pagi…” ucapku memberi salam.

“Hooooammmm…pagi juga,” ucap Detriz sambil menguap dan masih setengah sadar.

Aku lalu masuk ke dalam kamar Detriz. Di kamar Detriz, terdapat foto kami bereempat, pada saat itu kami sengaja berfoto di studio foto,di foto itu kami terlihat sangat manis dan cantik. Selain itu juga aku menyimpan satu gitarku di kamar Detriz, jika kami sedang bosan,aku selalu memainkan gitarku sedangkan Dara, Detriz juga Diora menjadi penyanyinya.

“ Lu enggak kuliah Chi?” Tanya Detriz.

“ Gak, dosennya lagi ada diklat di luar kota,” jawabku.

“ Owh, gitu ya.”

Meskipun aku dan sahabat-sahabatku satu kampus, tetapi kami berbeda kelas dan berbeda fakultas. Pada hari itu, kebetulan Detriz sedang tidak ada jadwal kuliah.

“ De, jalan yuk?,” ajakku pada Detriz.

“ Kemana? Masih pagi gini udah mau jalan-jalan.” Ucap Detriz.

“ Ya kemana aja deh.. temenin gw,” pintaku.

“ Terus nanti kalau si Dara sama Diora ke sini gimana? Apa kita gak nunggu mereka aja,” Tanya Detriz.

“ Emmm..mereka bukannya ada kuliah ampe sore ya??,” ucapku.

“ Owh..ia bener, gw baru inget,” ucap Detriz.

“ Jadi gimana nih??lu mau gak nemenin gw jalan-jalan?,”ajakku.

“ Ok, tapi ntar ya, gw mw mandi dulu,” ucap Detriz, lalu Detriz berjalan menuju kamar mandi.

☻☻☻

Waktu menujukkan jam setengah sebelas siang, aku dan Detriz sedang menyusuri jalanan kota Bandung yang macet dan penuh sesak. Bandung sekarang sungguh berbeda dengan Bandung di saat aku masih duduk di sekolah dasar. Bandung kini menjadi kota yang penuh sesak, sampah berserakan dimana-mana dan juga tradisi macet sudah menjadi santapan sehari-hari bagi penghuni kota Bandung.

“ Kita mau kemana Chi,?tanya Detriz padaku.

“ Enaknya kemana ya?” aku balik bertanya.

Aku lalu berfikir, mungkin jika minum-minum cantik di “Coffe Shop” gak ada salahnya juga.

“ Aku lalu mengarahkan mobilku ke kawasan pusat kota. Aku memberhentikan mobilku tepat di pelataran parkir “ Coffe Shop”

Aroma wangi kopi menyambut kedatanganku, para pelayan yang ramah dengan senang hati melayaniku.

“ Mau pesan apa mbak,” ucap si pelayan.

“ Hot Capuccino satu, Ice Capuccino satu terus Tiramishu nya dua,” ucapku pada sang pelayan.

“ Pesanan mbak nanti akan kami antar ke meja mbak,” jawab sang pelayan padaku.

Aku lalu membayar pesanan yang kubeli, lalu aku dan Detriz mencari tempat duduk yang nyaman untuk ditempati.

Aku jadi teringat pada Bre, “ Coffe Shop” merupakan tempat favorit kami. Di sini kami sering menikmati hot Capuccino.

Lima belas menit kemudian, salah seorang pelayan “ Coffe Shop” mengantarkan pesananku.

Aku meminum hot cappuccino kesukaanku sambil membayangkan aku sedang bersama Bre.

“ Chi..”ucap Detriz.

Aku tidak sadar bahwa aku telah melamun memikirkan Bre. Jujur, semenjak Bre pergi dari kehidupanku, aku jadi lebih sering melamun dan juga aku menjadi tidak focus dengan apa yang aku lakukan. Bre membuatku menjadi seperti ini, menjadi seperti mayat hidup.

Mendengar ucapan Detriz, aku lalu tersadar dari lamunanku.

“ Ehhh..ia De, kenapa?,” tanyaku.

“ Lu pasti ngelamun lagi. Jangan kaya gitu dunk Chi, gw gak maul u ngelamunin terus si Bre,” ucap Detriz.

Aku hanya membalas ucapan Detriz itu dengan senyuman saja dan aku kembali menikmati Hot Capuccinno juga Tiramishu.

“ Chi, gw ke toilet dulu ya sebentar,” ucap Detriz.

“ Ok,” seruku sambil mengacungkan jempol ku.

Saat aku sedang sendiri sambil melihat-lihat keadaan di sekeliling, tiba-tiba aku mendengar suara yang seperti memanggilku.

“ Ichii..”

Aku terkejut saat aku melihat Bre. Argghhh..kenapa aku bisa bertemu dengan Bre di tempat Favorit kami pada saat dulu?.

Bre lalu menghampiriku dan tanpa rasa sungkan, Bre kemudian duduk di sampingku.

“ Apa kabar Chi,” ucap Bre sambil mengulurkan tangannya.

“ Baik,” jawabku sambil membalas jabatan tangannya.

“ Sendirian aja,”Tanya Bre.

“ Gak qo, aku sama Detriz. Oh iya, mana pacar kamu,”tanyaku.

“ Gak ada, dia lagi di Sydney. Jadi aku ke sini Cuma sendiri. Tadi nggak sengaja lewat “Coffe Shop” terus mampir deh. Kangen buat minum Hot Capuccino,” ucapnya panjang lebar.

Hati kecilku berkata, Tuhan, sumpah, Bre menjadi semakin sempurna. Aku menjadi semakin tidak bisa melupakannya.

“ Oh iya Chi, aku pesan dulu ya,” ucap Bre. Bre lalu meninggalkanku dan saat Bre pergi, aku terus memperhatikan Bre.

Setelah tiga bulan kami tidak bertemu, Bre masih terlihat sama seperti Bre yang dulu, tidak ada perubahan dalam dirinya, dan malah menurutku Bre manjadi lebih sempurna.

Detriz tiba-tiba datang dan dia nampak heran melihatku.

“ Chi, lu lagi ngeliatin siapa,”Tanya Detriz.

“ De, ada Bre,” ucapku.

“ Hahhh.. Bre?Dimana?.

“ Tuh,” aku menunjuk ke arah tempat pemesanan.

Detriz lalu melihat kea rah tersebut.

“ Bener Chi itu Bre, lu tadi nyapa dia gak?.

‘ Dia yang nyapa gw duluan. Gw gak percaya bisa ketemu Bre di tempat ini. Lu tau kan “Coffe Shop” adalah tempat favorit kita,” ucapku.

Setelah selesai memesan, Bre lalu kembali menghampiriku.

“ Boleh gabung gak?,” pintanya.

“ Iii..iya boleh,” ucapku gugup.

Bre kemudian duduk di hadapanku. Aku dapat sangat jelas melihat wajah tampan Bre.

“ De, gimana kabarnya,” ucap Bre pada Detriz.

“ Baik qo. Lu gimana?,” ucap Detriz.

“ Gw juga baik-baik aja.”

Aku, Bre dan Detriz saling bercerita banyak.

“ Oh ya Chi, kamu masih suka Hot Capuccino?,” Tanya Bre.

“ Iah,” jawabku malu.

“ Jadi inget dulu ya Chi, kita sering banget minum hot Capuccino di sini,”ucap Bre.

Deegggg… apa ini. Kenapa Bre berbicara seperti ini? Tanya ku dalam hati.

“ Iya, sampei sekarang aku masih suka hot Capuccino dan sampei sekarang aku juga masih suka ke sini,” jawabku.

“ Sama donk, aku juga masih suka kesini. Cuma kondisinya sekarang beda. Dulu tiap kali kesini, aku selalu bareng kamu, tapi kalau sekarang sendirian aja,”ucapnya.

Lalu Detriz tiba-tiba ikut berbicara.

“ Emank cowo lu kemana Bre? Qo kesininya cuma sendirian?,” Tanya Detriz.

“ Cowo gw di Sydney. Dia harus nemenin istrinya,” ucapnya enteng.

Aku tersedak saat aku sedang menikmati Capuccino, aku terkejut mendengar ucapan Bre.

“ Istri??,” Tanya Detriz heran.

“ Ya, aku mau jujur sama kalian berdua. Chi, maaf ya soal kejadian waktu kita putus. Sebenernya aku gak mau kita putus, tapi kondisinya gak memungkinkan. Aku sekarang menjadi simpanan bule Australia, dia yang sekarang membiayai hidup aku dan kuliah aku. Kamu tau kan Chi, setelah orangtuaku cerai aku nggak punya siapa-siapa lagi. Aku terpakasa buat kaya gini,”ucapnya panjang lebar.

Aku dan Detriz terkejut mendengar ucapan Bre. Cuma gara-gara materi, Bre menjadi seorang gay?. Aku berfikir, kenapa Bre tidak meminta uang pada orantuanya?.

“Chi, maafin aku ya..” ucapnya.

Aku menitikan air mata.

“ Iya, aku maafin kamu Bre. Tapi kenapa sih kamu harus kaya gini?,”

“ Aku gak kuat Chi buat jalani ini semua. Kedua orangtuaku udah gak peduli sama aku. Mereka juga gak pernah sayang sama aku,”ucapnya.

Aku sungguh tidak tega mendengar cerita Bre, hidupnya menjadi berantakan gara-gara kedua orangtuanya bercerai dan Bre terpaksa untuk menjadi simpanan bule guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

“ Bre, jujur sebenrnya dulu aku benci banget karena kamu karena kamu udah mutusin aku cuma gara-gara seorang cowo. Tapi sekarang, saat aku tahu apa yang semuanya terjadi sama kamu, tanpa kamu bilang maaf sama aku, aku udah maafin kamu. Tapi asal kamu tahu Bre, sampai saat ini, aku sayang kamu,” ucapku sambil berbisik saat mengucapkan kata “sayang” padanya.

Tanpa disadari, aku melihat Detriz menitikan air mata karena Detriz mendengar percakapanku dengan Bre.

“ Gw bener-bener gak nyangka cerita hidup lu kaya gini Bre. Dulu gw benci sama lu karena lu udah nyia-nyiain Ichi. Tapi pas gw denger langsung ceritanya dari lu, gw bener-bener gak tega sama hidup lu,” ucap Detriz.

“ Hufft... Yah, mungkin ini memang udah takdir gw kali De, gw bisa tabah dan sabar qo buat ngadepin semua masalah-masalah gw,”jawab Bre.

“ Qo jadi termehek-mehek gini sih?” ujarku.

Bre kemudian tertawa. “Heheheh…iah ya, qo jadi sedih-sedihan gini ya?,”ucap Bre.

Kami lalu tertawa bersama dan melupakan obrolan kami yang barusan terjadi.

“Krrriiingggg….” Bunyi hanphone itu berasal dari handphone Bre. Bre lalu beranjak dari tempat duduk lalu dia menerima panggilan dari handphone nya itu.

Tidak lama kemudian, Bre lalu membali menghampiriku.

“ Chi, De, gw pamit dulu ya,” ucapnya.

“ Mau kemana lu?Ichinya masih kangen tuh sama lu,” ucap Detriz.

Mukaku memerah saat Detriz berbicara seperti itu pada Bre.

Bre hanya tersenyum lalu dia berkata.

“ Ya gw ada perlu dulu nih, maaf ya Chi. Oh iya, nomor hp kamu masih yang dulu kan Chi?,”Tanya Bre padaku.

Aku mengangguk

“ Ok kalau gitu nanti aku hubungin kamu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi,” ucap Bre.

Bre lalu menjabatkan tangannya padaku dan juga Detriz. “ Pulang dulu ya, take care ya Chi. Makasih juga tadi udah mau denger semua cerita aku,” ucap Bre di perbincangan terakhirnya.

Bre lalu pergi meninggalkanku, bayangan tubuhnya dengan cepat menghilang dari area “Coffe Shop.”

Aku dan Detriz saling pandang, kami terkejut setelah mendengar semua cerita Bre. Semuanya terdengar sungguh miris. Aku lalu memutuskan untuk pulang.

☻☻☻

Aku tidak bisa mempercayainya, pertemuanku dengan Bre sungguh tak terduga, semuanya seolah-olah seperti sudah direncanakan oleh Tuhan. Semua cerita tentang Bre menjadikan aku lebih tegar untuk menerima kenyataan bahwa Bre bukan milikku lagi. Dan aku berharap Bre akan selalu baik-baik saja.

Malam Gembira

Alunan musik Trance berdetak begitu kencang hingga menggetarkan jantungku. Sang DJ sedang sibuk memainkan turntablenya di atas panggung diiringi dengan para wanita-wanita sexy yang berada di sampingnya sambil berjoget ria.

Malam itu, aku, Detriz, Diora dan Dara sedang berada di sebuah klub malam. Kota Bandung memiliki banyak klub malam, sehingga malam hari di kota Bandung tidak pernah mati. Kota Bandung semakin meriah dengan keberadaan klub malam yang menghiasi sudut kota dan pusat-pusat kota.

Kepulan asap rokok, lighting beraneka warna yang menyoroti ruangan, suara yang bising, dan suasana yang ramai dipenuhi anak-anak muda Bandung, menjadi pemandangan yang tidak aneh jika sedang berada di sebuah klub malam. Aku memutuskan untuk duduk di sebuah sofa yang berada di sudut. Aku melihat Detriz, Dara dan Diora sedang asik berdisko. Malam itu kami memutuskan untuk clubbing karena kami ingin menghilangkan stress dan ingin menikmati suasana malam.

Detriz yang sedang asik berdisko, kemudian menghampiriku yang sedang duduk sendiri.

“ Chi, ayo donk turun ke dance floor. Jangan Cuma diem aja,” ajak Detriz sambil menarik tanganku.

“ Gak akh, gw ntar aja nyusul,” ucapku.

“ Ok kalau gitu, nanti lu nyusul ya,” ucap Detriz.

Detriz lalu pergi meninggalkanku, dia melanjutkan untuk berdisko kembali bersama Dara dan Diora juga bersama para pengunjung yang lain.

Aku sebenarnya tidak terlalu menyukai clubbing, terlebih jika ada cowo ganjen yang tiba-tiba suka menghampiriku dan mengajakku berkenalan.

Saat aku sedang duduk sendiri, tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiriku. Perempuan itu terlihat mabuk berat akibat minuman alcohol. Aku lalu memperhatikan permpuan tersebut, dan ternyata aku merasa mengenali orang tersebut.

“ Yaampun Vie…? Ucapku dengan keras.

“ Lu Vie kan temen SMA gw,” tanyaku padanya.

Dengan kondisi yang setengah sadar, dia memperhatikannku. Dia lalu ingat padaku.

“ Ichi?,” ucapnya.

“ Ya, neh gw Ichi,” jawabku.

Vie tiba-tiba memelukku. Tanpa aku sadari, dari kejauhan ada beberapa orang anak-anak satu kampusku yang melihat kejadian saat aku dipeluk oleh Vie dan mereka memotretku saat aku sedang berpelukan dengan Vie.

Aku tidak berbicara banyak dengan Vie karena kondisi Vie yang sedang mabuk berat, tidak memungkinkan untuk berbicara banyak dengannya. Aku lalu memutuskan untuk menyusul teman-temanku di dance floor.

Detriz, Dara dan Diora terlihat sedang asik berdisko hingga mereka lupa padaku yang menghampiri mereka.

“ Dio,,” aku memanggil Diora sambil menepuk bahunya.

“ Eh ya Chi, ayo donk sini, kita “ajojing,”ucapnya.

Aku lalu mengikuti teman-temanku itu.

“ Nih,” ucap Detriz padaku sambil menyodorkan satu gelas vodka.

Aku lalu meminumnya dan kembali ber “ajojing” bersama teman-temanku.

Malam itu sungguh menyenangkan bagi kami. Kami mengikuti hentakan musik dari sang DJ dan juga kami sungguh menikmati suasana malam gembira.

Malapetaka

Aku merasa heran, semua mahasiswa di kampusku memperhatikanku saat aku melintas melewati mereka. Mereka memperhatikannku dengan sinis dan bahkan ada yang terlihat cengar-cengir padaku.

Tiba-tiba ada suara yang terdengar dari belakangku

“ Ikh..amit-amit ya, gara-gara mantannya gay, dia jadi ketularan suka sesama jenis,”ucapnya.

Aku lalu berhenti dan menghampiri orang yang berbicara itu.

“ Hehh..lu ngomong apaan tadi? Jaga donk tuh mulut, jangan asal ngomong,” ucapku dengan marah.

“ Yeee…situ sewot,” ucapnya.

Aku lalu berlari dan berfikir, ada apa ini semua? Kenapa semua orang membicarakanku seperti ini?. Aku membutuhkan sahabat-sahabatku. Aku berlari mencari sahabat-sahabtku, tapi mereka tidak ditemukan keberadaannya.

Ada satu hal yang menarik perhatianku saat aku sedang mencari sahabat-sahabatku. Aku melihat ada beberapa mahasiswa yang sedang memperhatikan berita di madding. Aku menghampiri ke arah madding dan ingin mengetahui ada berita apa sehingga para mahasiswa terlihat heboh.

Para mahasiswa itu lalu memperhatikanku saat aku ingin melihat berita apa yang tertempel.

“ Minggir-minggir,” ucapku pada mereka.

Abrakadabraaaa…ternyata berita yang ditempel itu adalah berita tentang dirikku. Di madding itu ditempel beberapa foto saat aku sedang berpelukan dengan Vie dan terdapat tulisan di bawah foto itu. “ Ichi depresi setelah mengetahui pacarnya seorang gay, sekarang dia ikut menjadi penyuka sesama.” Berita yang tertempel di madding membuatku merasakan sakit. Sakit karena ada orang yang tega memberitakan hal yang bukan sebenarnya. Ada apa sih ini?? Kenapa malapetaka itu datang. Aku membutuhkan sahabat-sahabatku. Aku lalu merobek foto dan berita yang tertempel di madding, aku lalu berlari. Aku mendengar beberapa mahasiswa menyorakiku.

Kejadian ini pasti gara-gara salah paham kemarin malam, saat aku sedang clubbing. Kejadian saat Vie memelukku mungkin diketahui oleh mahasiswa di kampusku dan mereka menjadikan ini sebagai bahan berita di kampusku. Memang, sebagian anak-anak di kampusku mengetahui aku putus dengan Bre karena Bre adalah seorang gay, dan mungkin sekarang mereka menyalah artikan kejadian saat clubbing dan mereka mnehubung-hubungkannya dengan putusnya hubunganku dengan Bre. Aku tahu, pasti berita ini adalah ulah dari anak-anak dari jurusan jurnalistik.

Aku berlari sekenecang-kencangnya, aku pergi menuju mobilku dan aku menangis di dalamnya. Aku berbicara dalam hati. “Kenapa semuanya kaya gini? Apa salah gw?Mereka sok-sok mencampuri urusan pribadi gw, padahal mereka gak tahu apa yang sebenranya terjadi saat kejadian malam itu. Ini gak adil,” ucapku dalam hati. Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya, ingin marah dan ingin berontak pada orang-orang yang telah menyebarkan gossip murahan itu, namun aku tidak sanggup untuk melakukan semua ini. “Arggghhhh…. “ teriakku.

☻☻☻

Dimana sahabat-sahabatku? Apa mereka juga sudah melihat berita itu dan mereka jadi manjauhiku?. Aku terus bertanya-tanya dalam hatiku.

Aku memutuskan untuk pergi ke tempat kost Detriz. Setibanya di sana, aku melihat Dara, Detriz dan Diora memandangku dengan sinis.

“ Kalian kenapa sih?qo jadi berubah,”tanyaku pada mereka.

“ Chi, pantesan ya kemarin lu gak mau ikut turun ke dance floor, ternyata lu malah pelukan sama cewe,” ucap Detriz marah.

“ Guls, dengerin gw dulu. Berita yang kalian liat di madding itu gak bener, ada yang fitnah gw,” jawabku.

“ Allllahhh…udah deh Chi, lu kenapa sih jadi kaya gini? Jangan karena si Bre gay, terus lu jadi ikut-ikutan kaya dia. Masih ada kita Chi, yang selalu sayang sama lu,” ucap Diora.

‘ Gurls, please dengerin gw dulu. Itu sama sekali gak bener. Yang kemerin peluk gw itu temen SMA gw, suer gw berani sumpah. Gw masih suka cowok plase, jangan sangkut-sangkutin ini sama kehidupan cinta gw dengan Bre. Ini sama sekali gak ada hubungnnya,” ucapku.

Aku lalu pergi meninggalkan sahabat-sahabatku itu dan aku kembali menangis. Kenapa mereka bisa langsung percaya dengan berita murahan itu. Ini gara-gara Vie yang kemarin mabuk berat.

Aku kehilangan sahabat-sahabatku, padahal di saat seperti ini, aku sungguh membutuhkan mereka untuk memberikan dorongan untukku.

Perasaanku hari itu sangat tidak menentu. Aku bingung akan kemana hari ini, jika aku pulang ke rumah dalam kondisi seperti ini, sangat tidak mungkin. Aku memutuskan untuk berkelililng kota Bandung dan pada saat malam hari, aku memutuskan untuk ke “Bintang,” aku berharap aku akan mendapatkan ketenangan jika aku berada di “Bintang.”

“Bintang”

“ Bintang” adalah sebuah bukit yang berada di kawasan Bandung atas. Aku menyebutnya dengan nama “Bintang” karena di tempat ini aku bisa melihat bintang yang begitu banyak dan berkelap-kelip menghiasi langit malam, selain itu juga disini aku bisa melihat pemandangan kota Bandung, terlebih jika dilihat pada saat malam hari.

Malam itu, aku berada di “Bintang” sendirian, tanpa teman-temanku dan tanpa siapapun juga. Suasana di “Bintang” cukup sepi, hanya saja tidak jauh dari lokasi “Bintang” terdapat beberapa café untuk kalangan orang-orang elite, jadi keadaan seperti itu tidak membuatku khawatir dengan keselamatanku.

Aku duduk di atas rumput sambil memandang lurus ke depan, melihat pemandangan gemerlap kota Bandung. Aku menangis, aku merasa sakit dengan berita yang barusan aku ketahui, terlebih sahabat-sahabatku juga lebih percaya pada gossip murahan itu. Aku mematikan kedua hanphone ku, malam itu aku tidak mau ada seorangpun yang menggangguku, aku ingin mendapatkan ketenangan.

Aku kemudian tidur di atas rumput dan memandang bintang-bintang di langit. Setiap kali aku melihat bintang, aku selalu berharap melihat bintang jatuh, dan jika aku menemukan bintang jatuh, aku berharap semua masalahku berakhir dan aku bisa hidup bahagia bersama orang-orang yang menyayangiku.

Saat aku terjaga, tanpa disengaja, aku melihat sebuah bintang jatuh yang jatuh begitu cepat. Lalu dengan cepat, aku meminta keinginanku itu pada bintang jatuh, “Tuhan, aku ingin semua masalahku berakhir, terlebih dengan gossip murahan ini. Aku ingin semua mempercayaiku..” Aku lalu mengakhiri permintaanku itu. Entah kenapa, aku terbawa oleh mitos mengenai bintang jatuh. Mitos yang semua orang tahu bahwa jika melihat bintang jatuh, maka semua keinginan akan dikabulkan. Tapi aku percaya tidak percaya dengan hal yang seperti itu, tetapi jika berharap tidak ada salahnya kan?.

Hari itu, aku memutuskan untuk tidur di “Bintang” aku tidur di dalam mobilku. Aku tidak mempedulikan orangtuaku, mungkin mereka sekarang sedang sibuk menghubungi handphoneku yang sengaja tidak aku aktifkan atau mungkin mereka sedang menghubungi teman-temanku untuk mengetahui keberadaanku. Malam ini aku hanya ingin tenang, dan suasana di “Bintang” dapat membuatku tenang walau hanya sesaat.

The Miracle

Suara kicauan burung membangunkanku dari tidurku yang lelap. Aku keluar dari dalam mobilku dan menghirup udara pagi di “Bintang” yang sangat segar. Aku melihat ke sekelilingku, semuanya terasa alami. Embun pagi dan juga hijaunya rumput-rumput, membuat perasaanku tenang.

Hari ini, aku akan pulang ke rumah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi saat nanti aku tiba di rumah. Orangtuaku pasti akan marah besar padaku karena kemarin aku tidak memberikan kabar pada mereka.

Aku lalu menurunkan mobilku menuju arah pulang. Aku pulang melewati jalan kompleks perumahan elite yang berada di dekat “Bintang.” Saat mobilku sedang melaju, aku melihat orang yang mirip seperti Vie. Orang itu sedang membuka pagar rumahnya dan hendak memasukkan mobilnya ke dalam garasinya. Aku memberhentikan laju mobilku dan aku keluar dari mobilku untuk memastikan bahwa orang yang aku lihat itu adalah Vie.

“ Vie..,” panggilku padanya.

Orang itu lalu membalik badannya ke arahku dan melihatku.

“ Vie, nih gw Ichi. Lu inget kan yang waktu kita ketemu di Klub itu,” ucapku.

“Owhh…iah. Ayo masuk dulu ke rumah gw,”ajaknya.

Setelah memasukkan mobilnya ke dalam garasi, aku lalu diajak masuk ke dalam rumahnya.

“ Lo pasti baru pulang Clubbing ya?,”tanyaku.

“ Iya nih. Eh ya, waktu itu lu kemana? Qo ngilang dan pergi gak pamitan sama gw?,”tanyanya.

“ Iah. Sorry ya. Lagian juga kemarin lu lagi mabuk berat, jadi gw gak enak ngajak ngobrol lu nya. Vie, gw mau minta bantuan lu. Please Bantu gw, penting banget. Ini juga ada sangkut-pautnya sama kejadian waktu lu meluk gw di tempat clubbing,”ucapku.

Aku lalu menjelaskan semua masalahku itu pada Vie, mulai dari kisahku dengan Bre, hingga gossip yang kini menyebar di kampusku.

“Duwh..gila tuh temen-temen kampus lu. Masa kita di bilang pacaran sih,ada-ada aja. Lagian juga kemarin gw meluk lu itu kan emank kita udah lama gak ketemu, ya gak ada salahnya donk kalu gw meluk lu,”ucap Vie.

Aku tersenyum,” ya merekanya aja yang sok tahu dan sok pengen jadi wartawan gossip tapi isi beritanya cuma sampah,”ucapku.

“ Yaudah, gw bakalan bantu lu. Bantu lu untuk ngejelasin sama semuanya kalau berita itu gak bener,”ucap Vie.

“Ok, thank’s ya Vie. Lu emang temen gw yang paling baik,” ucapku.

“Jadi gimana nih, lu mau bawa gw ke kampus lu nya sekarang atau nanti,”tanyanya.

“Ya sekarang lah.. Gw juga mau sahabat-sahabat gw percaya sama gw dan gak jauhin gw,”ucapku.

☻☻☻

Bintang jatuh ternyata telah mengabulkan permintaanku. Pertemuanku dengan Vie akan menyelesaikan masalahku. Bintang jatuh itu seolah-olah merasa iba dengan masalahku, sehingga aku dipertemukan dengan Vie secara tidak sengaja. Di saat aku bingung akan seperti apa akhir masalahku, ternyata aku bertemu Vie, dan Vie akan membantu menyelesaikan masalahku dan dia juga akan mengklarifikasi kejadian saat di tempat clubbing.

☻☻☻

Setelah kemarin aku tidak mengaktifkan handphoneku, hari ini aku memgaktifkan handphoneku. Ada dua sms yang masuk di inboxkU. Aku lalu membacanya satu-persatu.

“ Nak, kamu dimana? Mama dan papa khawatir denganmu”

Lalu aku membuka sms yang kedua

“ Hi..Malem.. Chi, ini aku Bre. Kamu baik-baik aja kan di sana?”

Aku menghela nafas. “Ternyata hanaya orangtuaku dan Bre yang menghubungiku. Sahabat-sahabatku? Mungkin mereka sudah tidak mau berteman lagi dengan ku” ucapku dalam hati.

“ Chi, udah? Ayo kita berangkat,”ajak Vie padaku.

“ Aku lalu mengarahkan mobilku menuju kostan Detriz.

Tiba di kostan Detriz, aku mengetuk pintu.

“ Tokkkk..took…tokk…”

Detriz lalu membukakan pintu dan kebetulan sekali, Dara dan Diora juga ada di kamar kost Detriz, sehingga aku lebih mudah untuk menjelaskan semuanya pada mereak.

“ Mau pa lu?” Tanya Detriz.

“De, Diora, Dara, gw mau ngejelasin semuanya sama kalian. Kalian masih percaya sama gossip murahan itu?,”tanyaku pada mereka.

Mereka lalu hanya terdiam saja.

“ Vie, ayo.. sekarang certain semuanya tentang kejadian waktu itu,”pintaku padanya.

Sebelum menceritakan semaunya, Vie terlebih dahulu memperkenalkan dirinya.

“ Kalian sahabat-sahabatnya Ichi kan? Kenapa kalilan lebih percaya sama gossip itu?,”Tanya Vie.

“ Kejadian waktu di klub itu salah persepsi. Gw meluk Ichi karena gw sahabat baik Ichi waktu semasa SMA, dan wajar dong kalau gw meluk sahabat gw karena kita udah lama gak ketemu? Coba kalau kalian ketemu dengan teman lama kalian, pasti kalian juga akan ngelakuain hal yang sama kaya yang gw lakuin ke Ichi. Gw harap, lu semua percaya sama omongan gw dan Ichi,”ucap Vie panjang lebar.

Detriz, Dara dan Diora lalu termenung mendengar ucapan Vie. Setelah mendengar semua penjelasan dari Vie, mereka merasa bersalah karena mereka terlalu langsung percaya dengan apa yang diberitakan di kampus.

“ Chi, maafin gw ya,”ucap Detriz.

“ Gw juga Chi, maafin gw karena gw lebih percaya mereka,”tambah Dara.

“Gw juga ya Chi,” ucap Diora.

Aku, Vie, Dara, Detriz dan Diora kemudain saling berpelukan. Aku merasakan lega karena mereka sudah mempercayaiku.

“ Chi. Sekarang kita ke kampus yu?,” ajak Detriz.

“Buat apa?” tanyaku.

“ Ya buat kalirifikasi gossip lu itu. Gw gak mau lu sedih lagi,”ucap Detriz.

Kemudian aku dan juga sehabat-sahabatku juga Vie pergi menuju kampus.

Kedatanganku di kampus, disambut dengan kehebohan para mahasiswa yang memperhatikanku, terlebih saat mereka melihat Vie.

“ Owh..jadi ini cewe yang di foto itu,” bisik salah seorang mahasiswa kepada temannya.

Aku mendengar jelas ucapan mereka, namun aku mengiraukan semuanya.

Detriz lalu mengajakku pergi ke studio TV kampus. TV kampus memang selain berfungsi sebagai tempat memberikan informasi seputar kampus, TV kampus juga berfungsi sebagai wadah untuk melakukan pengklarifikasian terhadap sebuah masalah. Banyak mahasiswa lain yang menggunakan sarana TV kampus sebagai media untuk meluruskan masalah atau gossip-gosip yang beredar.

Didot yang bertugas sebagai aktivis TV kampus terkejut dengan kehadiran kami ke studio TV.

Ada apa nih,” Tanya Didot.

“ temen gw mau klarifikasi gossip yang beredar. Lu juga tahu kan gossip nya apa. Temen gw mau ngelurusin semuanya,”ucap Detriz pada Didot.

“ Ok kalau gitu,”ucap Didot.

‘ Aku dan Vie lalu dipersilahkan untuk berdiri di depan kamera, Didot lalu men-Shot aku dan Vie.

Aku dan Vie lalu meluruskan semua gossip yang beredar dan setelah semuanya diungkapkan, kamera pun berhenti mengambil gambar ku dan juga Vie.

“ Gw mau ini berita ditayangin hari ini juga, mumpung di kampus lagi rame. Gw mau semua mahasiswa tahu kalau temen gw ini gak seperti yang mereka kira,”ucap Detriz.

“ Siap, paling nanti sekitar setengah jam lagi ya. Nanti gw tayangin,” ucap Didot.

Aku dan teman-temanku menunggu di studio TV, menunggu untuk melihat hasil rekaman kllarifikasiku dengan Vie.

Seterlah setengah jam menunggu, Ditdot dan juga team Kampus TV menyiarkan tayangan klarifikasiku.

Setelah selesai tayang, aku dan teman-temanku, juga Vie, keluar dari studio TV. Saat kami hendak keluar, ada beberapa mahasiswa yang menghampiriku dan mereka meminta maaf karena sudah menuduhku yang tidak-tidak.

Efek dari TV Kampus cukup berpengaruh juga bagi para mahasiswa, berkat adanya TV kampus,semua sudah mempercayaiku dan mereka sudah melupakan gossip murahan itu. Namun, mengenai siapa pelaku penyebar dan yang memfotoku di klub itu, belum diketahui pelakunya. Aku sangat berharap pelakunya mau mengakui perbuatannya dan juga mau meminta maaf padaku.

☻☻☻

Ini benar-benar sebuah keajaiban yang tak terduga, berkat Vie yang tidak sengaja ku temui dan berkat sahabat-sahabatku yang mau mempercayaiku dan membantuku meluruskan semuanya. Sebelumnya aku sudah merasa down dan sakit yang teramat dalam saat gossip itu meinmpa pada diriku. Namun, sekarang semuanya berakhir. Semuanya kembali seperti biasanya dan aku merasa senang

Aku lalu mengajak Detriz, Dara, Diora dan Vie untuk mentraktir mereka menikmati hot Capuccino di “Coffe Shop,” sebagai ucapan terima kasih pada mereka Aku menganggap ini semua hanya sebuah mimpi buruk dan sekarang aku sudah terbangun dari mimpi burukku itu.

Malam ini aku akan kembali ke rumah, dan aku harus sudah siap dengan omelan mereka karena semalam aku tidak memberikan kabar pada mereka.

Semua Baik-Baik Saja

Aku menyusuri jalanan malam di kota Bandung, malam itu aku akan kembali ke rumah setelah satu hari aku tidak pulang. Semua gossip mengenai diriku sudah terselesaikan dan aku sekarang dapat tersenyum kembali.

Aku menutup garasi rumahku saat aku sudah memasukan mobilkku. Tiba di dalam rumah, aku sudah disambut oleh mama papa ku yang sedang berada di ruang TV.

“ Aku pulang,”sapaku pada mereka.

“ Kemana aja kamu? Kemarin gak pulang? Mau jadi anak bandel kamu,”bentak papaku.

Aku hanya terdiam saat papa membentakku seperti itu.

“ Maaf pa, kemarin Ichi nginep di kostan Detriz,”ucapku pelan.

“ Nginep?Chi, papa ngizinin kamu nginep di tempat temen kamu, tapi gak gini caranya. Kamu gak memberi kabar sama sekali sama papa atau mamamu ini,. Kenapa?,”Tanya papaku.

“ Ya maaf pa, kemarin hanphoneku low batt, jadi aku gak sempet ngasih kabar sama mama dan papa,”jawabku.

“ Pa, sudah, Ichi pasti sangat lelah. Ichi, ayo sekarang kamu istirahat dan tidur ya,” ucap mamaku.

“ Ya ma, Ichi mau tidur dulu ya,”ucapku.

“ Ichi…,”panggil papaku saat aku hendak menuju kamarku.

“ Papa gak mau kejadian seperti ini terulang kembali,”ucap papaku.

“ Siap pa,kalaupun Ichi nginep-nginep lagi, Ichi pasti bakalan bilang sama mama dan papa,”ucapku menegaskan.

☻☻☻

Kejadian kemarin dan hari ini aku anggap ini sebagai proses pendewasaan bagiku. Aku merasa tubuhku lelah, saat aku ingin memngistirahatkan tubuhku, tapi aku merasa tidak bisa. Aku teringat kembali dengan Bre. Kenapa bayangan Bre selalu menghantuiku dan selalu ada di benakku?

Aku membuka diary ku dan aku mulai menuliskan semuanya.

“Tuhan, pertemuanku dengan Bre di “Coffe Shop” membuatku semakin tidak bisa melupakan Bre. Dulu, aku benci padanya karena dia telah meninggalkannku. Tapi dibalik semua itu, aku merasa tergugah dengan semua kisah Bre yang telah dai ceritakan padaku. Mungkin Bre tidak akan pernah kembali padaku, tapi aku tahu kalau Bre tetap menyayangiku.”

Lagu untuk Bre..

Tanpamu

Ku sadari kau telah pergi

Ku sadari kau telah hilang

Namun kucoba untuk tetap disini

Meskipun tanpamu

Kau pergi bersamanya, tinggalkan aku disini

Semua kisah kita akan selalu kusimpan

Ku pinta padamu, jangan kau lupakan aku

Meskipun kau kini bersamanya.

Ku sadari kau telah hilang

Ku sadari kau telah pergi

Namun kucoba untuk tetap berdiri

Meskipun tanpamu dihatiku

Malam itu, aku mengakhiri catatanku dengan menuliskan sebuah lagu untuk Bre. Aku berencana menjadikan lagu yang kutulis sebagai lagu pertama di bandku.

Bre VS Ferucha

“Krinnngggggg…”hanphoneku berdering. Aku membuka hanphoneku dan melihat siapa yang telah memanggilku. Nomornya tidak ku kenali.

“ Hallo, siapa nih?,”tanyaku.

“ Chi, ini aku, Bre. Kamu belum save nomor aku ya?,”tanyanya.

Aku teringat, pada saat itu Bre mengirim sms padaku, namun tidak aku tanggapi karena kondisiku saat itu sednag tidak karuan.

“ Ohh..iah Bre, maaf ya aku lupa,”jawabku padanya.

“ Deuhh..Ichi sombong banget sih, aku kirim sms juga sampei gak di bales,”ucapnya.

“ Maaf Bre, aku waktu itu lagi sibuk,”ucapku.

“ Emmmhhh..kalau sekarang, kamu lagi sibuk nggak?,”tanyanya.

“ Sekarang? Gak, sekarang aku lagi libur kuliah,”ucapku.

“ Bagus dong kalau gitu. Hari ini kita ketemu yu,” ajaknya.

“ Ketemu? Boleh.. Mau ketemu di mana? Terus jam berapa?,”ucapku.

“ Kita ketemu di “ Coffe Shop” jam dua siang. Ok, Aku tunggu ya Chi,”ucapnya.

“ Ok, sipp..” jawabku.

Aku dan Bre lalu mengakhiri pembicaraannku.

“Tumben, Bre mengajakku bertemu. Ada apa ya? Apakah dia mau memperkenalkan pacarnya padaku?”tanyaku dalam hati.

☻☻☻

Jam 2 siang di “Coffe Shop”

Aku duduk sendiri menunggu kedatangan Bre. Aku melihat ke sekeliling ruangan di “Coffe Shop,” memperhatikan para pengunjung “Coffe Shop.”

Bre kemudian datang bersama seorang laki-laki yang berperawakan tinggi dan berkulit putih. Sebelum Bre menghampiriku, aku sudah dapat menebak bahwa yang sedang berjalan menujuku adalah Bre.

“ Hi.. , maaf telat,”ucap Bre.

“ Owh ia, kenalin Chi, “ ucap Bre sambil menyuruh laki-laki yang bersamanya itu untuk menyalamiku.

“ Ferucha.. Seneng bisa kenal kamu,”ucapnya ramah.

“Ichi..”ucpku kembali padanya.

Bre lalu memesan tiga hot Capuccino dan Chese Roll.

“ Ayo Chi, diminum,”ucapnya.

Kami saling terdiam karena aku juga bingung mau berbicara apa pada Bre. Aku kemudian memperhatikan Ferucha, laki-laki yang bersama Bre. Aku bertanya-tanya, apakah ini yang menjadi pacar Bre?.

“ Chi..”Tanya Bre.

‘ Eh ia,”jawabku.

“ Qo kamu diam terus sih, kenapa? Aku tahu, pasti kamu ngira kalau Ferucha itu pacar aku. Iya kan?,” ucapnya.

Aku hanya tersenyum.

“ Ferucha ini sahabat aku,” kami memang baru kenal, tapi aku ngerasa udah lama kenal sama dia dan dia yang selama ini mendengarkan semua masalah-masalahku,”ucap Bre.

‘ Iya Chi, aku bukan pacar Bre qo. Tapi aku tahu qo semua masalah dia, termasuk kisah kamu sama Bre waktu dulu,”jelasnya.

Mendengar ucapan Ferucha, aku menjadi malu. Malu karena pasti Bre sudah menceritakan semua tentangku pada Ferucha.

“ Owh..aku kira, kamu pacarnya Bre,”ucapku pada Ferucha.

Siang itu, aku, Bre dan Ferucha saling berbicara banyak. Aku banyak mendengarkan pengalaman-penngalaman dari Ferucha yang ternyata dia adalah seorang DJ. Pantas saja, penampilannya begitu keren dan juga tubuhnya sangat terawat dan wangi. Hari itu, aku merasa bagaikan seorang permaisuri yang dikelilingi oleh laki-laki tampan. Bre mantan pacarku, merupakan sosok yang sempurna bagiku dan Ferucha juga sosok yang menyenangkan. Tanpa disadari, aku terus memperhatikan Ferucha.

☻☻☻

Pertemuanku hari ini dengan Bre dan Ferucha membuatku senang. Senang karena aku bisa melihat dan mengobrol bersama Bre dan juga senang karena aku mengenal sosok baru, yaitu Ferucha.

Aku membuka hanphoneku, dan ternyata ada satu sms yang masuk di inboxku.

“ Hei nona Ichi, kemana aja lu? Kita tadi ngumpul di kostan. Lu kemana sih?”

Aku lalu membalas sms dari Detriz

“ Hei juga nona Detrizduan.. maaf smsnya baru gw bales. Hari ini gw seneng banget. Gw barusan abis katemuan sama Bre dan juga Ferucha.”

Beberapa menit kemudian, sms balasan dari Deriz tiba.

“ Pantesan lu nggak ngasih kabar sama kita. Ohh..jadi gitu.. Ferucha? Siapa tuh?.”

Aku lalu membalas kembali smsnya.

“ Heheheh..iah, maaf ya gurls tadi gw nggak ngasih kabar sana kalian. Ferucha itu?? Ada dewh..hehehe..”

Detriz kemudian membalas smsku.

“ Ikhh…pelit, nggak mau bilang. Pokokknya besok lu harus cerita sama gw.”

Aku lalu membalas

“ Ya..ya..ya.. tenang ya. Besok gw pasti bakal cerita qo. Udah ya, gw mau tidur. Ngantuk nih.. Hoooaaammm..”

Aku lalu mengakhiri sms ku dengan Detriz.

☻☻☻

“ Ichii….” Teriak Detriz padaku saat aku baru saja turun dari mobilku.

“ Aduh..aduh.. Ada apa ya ini. Nanti saya pasti bakalan ngadain konfernsi pers,” ucapku bagaikan artis yang disodori beberapa pertanyaan dari wartawan infotaintment.

“ Yee… dasar lu..sok artis..hehehe.. Ichii, mana?katanya lu mau cerita tentang siapa tuh yang kemarin tuh?,”tanyanya.

“ Ferucaha…,”jawabku.

“ Iah, Ferucha. Siapa tuh Ferucha?,”tanyanya.

Aku lalu mengajak Detriz ke kantin untuk menceritakan semua kejadian kemarin.

“ Wahh..jadi kemarin lu diajak ketemu sama Bre? Terus-terus lu ngapain aja tuh kemarin,”Tanya Detriz antusias.

‘ Kemarin ya kita Cuma ngobrol-ngobrol aja. Bre juga bareng sama Ferucha. Sumpah De, Ferucha ganteng banget. Du you Know De? Ferucha itu DJ,”ucapku.

“ Waww…dia ganteng terus udah gitu dia DJ?pasti keren banget tuh yang namanya Ferucha itu”ucap Detriz.

“ Ya dia emang keren banget. Gw kemaren ampe salah tingkah karena kemaren gw dikelilingin sama cowok ganteng. Bre sama Ferucha sama-sama ganteng,”ucapku.

“ Eh Chi, tapi lu nanya gak si Ferucha itu sukanya sama cewek apa sama cowok?,”Tanya Detriz.

“ gak, tapi gw yakin qo kalau si Ferucha suka sama cewek,”ucapku.

Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba Diora dan Dara menghampiri kami.

“ Woi..Nona Ichi.. cieee..dapet kenalan baru nih non?,”ledek Diora.

“ Kenapa Nona Diora Basbeth? Lu pasti tau dari Detriz ya?,”tanyaku.

“ Iya,”jawabnya.

“ Ikh..qo gw nggak tau sih lu dapet kenalan baru,” ucap Dara.

“ Nona Dara Dereva, makannya jadi orang itu jangan lemot, jadi gini deh, lu ketinggalan informasi,” ledek Diora.

“ Ikh.. gw nggak lemot tau. Lu nya aja yang nggak ngasih tau gw,”hardik Dara.

Aku dan Detriz hanya tertawa saja melihat tingkah mereka yang selalu saling ledek.

☻☻☻

Saat aku baru saja keluar dari kelas, tiba-tiba handphoneku berdering dan ada satu sms masuk di inboxku.

“ Hi. Kamu Ichi kan? Aku Ferucha, masih inget nggak?.”

“Hahhh…Ferucha?”ucapku dalam hati.

Aku lalu membalas sms dari Ferucha

“ Hi, iah, aku inget qo. Ada apa ya?.”

Beberapa menit, sms Ferucha telah aku terima

Kamu lagi di kampus ya? Udah keluar kelas?.”

Aku membalasnya

“ Iah, Udah qo. Kenapa?”

Beberapa menit kemudian, sms balasan dari Ferucha tiba

“ Aku jemput kamu ya di kampus?aku pengen jalan-jalan nih. Gimana? Mau nggak?”

Aku membalasnya lagi

“ Kamu nggak usah jemput aku. Aku bawa mobil sendiri. Kita ketemu janjian aja di mana gitu.”

Balasan dari Ferucha

“Ok kalau gitu. Ditunggu ya di café Rock.”

Aku membalasnya lagi

“OK”

☻☻☻

“ Guls… gw duluan ya. Gw mau ketemu sama Ferucha..heheh,”ucapku pada sahabat-sahabtku yang sedang berada di lorong kampus.

“ Chi..gw ikut dong.. gw kan pengen tau Ferucah itu kaya apa,”pinta Detriz.

“ Iah, gw juga pengen ikut,”timpal Dara dan Diora.

“Guls..kalian nati aja ya.. nanti juga pasti bakalan gw kenalin sama kalian. Ok.. Yu akh..gw pergi dulu ya,” ucaoku sambil pergi meninggalkan mereka.

Aku sudah tiba di Rock Café dan Ferucha ternyata sudah menunggu.

“ Hi, sorry lama,”ucapku padanya.

“ Ya, no problem,”jawabnya.

Kami lalu memesan makanan dan kami lalu mengobrol.

“ Eh ya, kamu qo bisa tau nomor Hp aku?,”tanyaku.

“ Owh..itu, waktu itu aku lagi pinjem Hp nya Bre, terus aku nggak sengaja liat nomor kamu di Hp nya Bre. Yaudah, aku save aja nomor Hp kamu,”jelasnya panjang lebar.

“ Owhhh..gitu ya,” ucapku.

“ Maaf ya kalau aku lancing udah ngambil nomor kamu,”ucapnya.

‘”Ehh..nggak qo. Nggak apa-apa,”ucapku.

Siang itu, suasana Rock café cukup ramai karena jam makan siang. Di Rock café, aku cukup mengenl Ferucha melalui cerita-ceritanya, kami saling berbagi pengalaman dan aku menjadi semakin mengenal sosok Ferucha.

Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba Ferucha membicarakan sesuatu yang sangat serius.

“ Chi, aku mau ngasih tahu sesuatu sama kamu,”ucapnya.

“ Soal apa?,” tanyaku.

“ Soal Bre,”ucapnya pelan.

“Deggg…” mendengar ucapan Ferucha yang akan membicarakan soal Bre, aku agak sedikit terkejut.

“ Memangnya ada apa dengan Bre?,”tanyaku.

“Chi, lu tau nggak, Bre sekarang udah putus sama pacarnya yang orang Australia itu. Bre bilang dia gak mau hidup seperti itu dan dia juga bilang kalu dia masih sayang sama kamu,”ucapnya.

“ Jadi??,”tanyaku.

“ Iah, Bre mau kamu jadi pacarnya lagi,” jelas Ferucha padaku.

Apa aku tidak salah mendengar? Apa ini hanya mimpi?Tuhan tolong sadarkan aku dari mimpi ini?ucapku dalam hati.

“ Chi..?? kamu mau nerima Bre lagi di kehidupan kamu?,”Tanya Ferucha.

Aku tidak menjawab pertanyaan Ferucha itu. Aku hanya memperhatikan wajah tampan Ferucha.

☻☻☻

Setibanya di rumah, aku termenung. Aku mengingat kata-kata apa yang diucapkan oleh Ferucha padaku. Kenapa disaat aku mulai menyukai Ferucha, tiba-tiba Bre berubah menjadi laki-laki normal dan dia ingin kembali padaku. Arggghh… aku bingung. Aku harus memilih antara Bre dan Ferucha. Hati kecilku berkata bahwa aku masih menyangi Bre, tapi hati kecilku yang lain juga berkata bahwa aku ingin memulai hidup baruku bersama seorang ferucha.

“The Stars” Bersinar

Satu bulan kemudian

hubunganku dengan Bre mennjadi dekat kembali, selain itu juga, hubunganku dengan Ferucha menjadi semakin dekat.Mereka selalu menemaniku dan mengisi hari-hariku. Entah kenapa, sekarang semuanya berubah.

“ Chi, latihan yuk? Kita udah lama nggak latihan,”ajak Detriz padaku.

“ Iah, ayo kita latihan. Katanya lu juga punya satu lagu buat band kita. Mana?,”Tanya Dara.

‘ Ya, gw pengen denger tuh lagu,”ucap Diora.

“ Yaudah ayo, sekarang kita ke studio,” ajakku.

Kami berempat lalu pergi menuju studio band.

Tiba di studio, aku lalu mencoba untuk menyanyikan lagu ciptaanku, setelah itu sahabat-sahabatku mencoba untuk mengiringinya dengan musik.

Tanpamu

Ku sadari kau telah pergi

Ku sadari kau telah hilang

Namun kucoba untuk tetap disini

Meskipun tanpamu

Kau pergi bersamanya, tinggalkan aku disini

Semua kisah kita akan selalu kusimpan

Ku pinta padamu, jangan kau lupakan aku

Meskipun kau kini bersamanya.

Ku sadari kau telah hilang

Ku sadari kau telah pergi

Namun kucoba untuk tetap berdiri

Meskipun tanpamu dihatiku

☻☻☻

Aku dan “The Stars” menjadi lebih sering berlatih, Bre dan Ferucha selalu menyaksikan kami berlatih dan sesekali mereka mengacungkan jempol tanda mereka menyukai lagu dari “The Stars.”

“Bre, kenapa kamu nggak nyoba masukin lagu kamu itu ke perusahaan rekaman? Lagunya bagus lho,” ucap Ferucha seusai aku dan “The Stars” selelsai berlatih.

“ Ya sih, aku juga berencana kaya gitu. Tapi aku nggak punya kenalan orang perusahaan rekaman,”jawabku.

“ Owhh..jadi gara-gara itu ya. Kalau itu sih gampang, aku kan DJ, aku banyak qo kenalan orang-orang dari perusahaan rekaman. Kalau kamu mau, nanti aku Bantu,”ucapnya lagi.

“ Waahh..beneran tuh? Iya, aku mau banget lah,”jawabku penuh antusias.

“ Ok kalau gitu, nanti aku tanya ke mereka kalau mereka udah setuju,nanti kita sama-sama ke sana,’ucap Ferucha.

Saat aku sedang asik mengobrol dengan Ferucha, diam-diam Bre memperhatikan kami dan terlihat bahwa Bre menyimpan rasa cemburu.

☻☻☻

Satu minggu kemudian, aku, Dara, Detriz dan Diora mendapatkan kabar gembira dari Ferucha. Pihak perusahaan rekaman bersedia untuk mendengarkan lagi dari “The Stars.” Aku, Ferucha,dan teman-temanku mendatangi label rekaman tersebut dan kami menyerahkan hasil rekaman lagu kami yang berjudul “Tanpamu.”

Ada dua orangdari pihak lebel tersebut yang mendengarkan lagu dari ‘The Stars” dan reaksi mereka hanya mengangguk-ngagguk saja saat mendengarkan lagu kami.

“ Bagaimana pak?,” tanya Ferucha kepada Pak Andre sang produser dari label rekaman tersebut.

“ Ya, menurut saya lagunya bagus dan enak untuk didengar,”ucapnya.

“ Jadi, gimana pak lagu kami?diterima atau tidak,”tanyaku.

Sejenak Pak Andre terdiam, dan kami merasa tegang menanti keputusan dari Pak Andre.

“ Ya, saya menerima lagu anda. Tapi tolong lagunya di tambah lagi, jangan hanya ini dan saya mau lagu yang lainnya kalian berikan pada saya dua minggu lagi,”ucapnya pada kami.

Mendengar ucapan sang produser tersebut, perasaan kami sangat senang dan tidak dapat terganti oleh apapun.

“ Terimakasih pak atas semuanya. Kami pamit pulang, ucapku pada Pak Andre.

“ Ya, sama-sama. Jangan lupa ya, saya tunggu lagu kaian dua minggu lagi,”ucapnya.

“ Siap pak,”jawab Detriz.

Saat perjalanan pulang, sungguh kami merasa sangat bahagia, apa yang kami harapkan sebentar lagi akan terwujud, dan semua itu juga berkat kehadiran Ferucha yang sudah mau memperkanalkan aku dengan produser rekaman tesebut. Mungkin, beberapa bulan kemudian ‘The Stars” bukan hanya menjadi band local bandung saja, mungkin nanti”The Stars’ akan berreinkarnasi menjadi “The Stars’ yang selalu bersinar.

Aku Tersenyum Lagi

Lima Bulan Kemudian

Suara teriakan para penonton begitu terdengar jelas. Meraka menyebut-nyebut “The Stars” dan sebagian dari mereka ada yang membawa poster bergambar kami dan bertuliskan “The Stars.” Ini sungguh seperti mimpi. Malam itu, aku dan band ku akan bernyanyi di hadapan banyak penonton. Band ku diundang oleh salah satu stasiun TV swasta di Jakarta untuk mengisi acara ulang tahun dari stasiun TV tersebut.

Aku, Dara, Diora dan Detriz sudah siap di posisi masing-masing dengan alat musik kami masing-masing dan kami lalu menunjukan kemampuan kami untuk bermain musik. Aku melihat semua penonton sangat senang dan terhibur dengan “The Stars’ dan saat Dara mengajak mereka untuk bernyanyi, mereka hafal dengan lagu-lagu kami.

“Hebat, kalian tadi sungguh memukau,”ucap Ferucha setelah kami selesai manggung.

“ Tentu donk pastinya, “The Stars” githu lho,”timpal Dara.

“ Heheheh…iah, kalian memang hebat qo,”ucap Bre yang tiba-tiba hadir di belakang panggung.

“ Bre..”ucapku padanya. Aku terkejut karena Bre tiba-tiba hadir di sini. Kali ini Bre terlihat makin tampan dengan menggunakan kemeja kotak-kotak berwarna abu-abu.

“ Selamat ya Chi, band kamu sekarang udah sukses. Kamu juga tepat banget memilih Ferucha untuk menjadi manager band kamu,”ucapnya.

“ Makasih ya Bre,”ucapku sambil tersenyum.

Handphoneku berdering, dan ternyata Bang Ali yang menelephoneku.

‘ Hallo bang,”sapaku dari Hp.

“Halo, Ichi selamat ya. Abang udah liat bandmu di TV, Abang salut dengan bandmu. Kamu dan teman-temanmu ternyata dapat meraih semua harapan kalian,”ucap Bang Ali.

“Iya Bang, aku juga berterimakasih banyak sama Abang, karena berkat studio band Abang, aku dan teman-temanku dapat berlatih band,”ucapku lagi.

“Bang Alii…Kita kangen sama abang…”teriak Detriz, Dara dan Diora.

“ Bang, kata teman-temanku, mereka kangen sama abang,”ucapku.

“ Iya, bilangin sama mereka, abang juga kangen sama mereka. Yaudah ya Chi, abang mau ngelayanin pelanggang studio dulu. Terus semangat ya Chi, jangan sampe lupa sama abang,”ucap Bang Ali di ujung telepon sana.

“ Oke, siap bang.. Aku dan “The Stars” nggak bakalan lupa sama abang.”

Aku lalu mengakhiri pembicaraanku yang singkat dengan bang Ali melalui telepon.

☻☻☻

Seusai menghibur para penonton, Bre mengajakku untuk jalan-jalan berkeliling kota Jakarta dan menikmati suasana malam di Jakarta.

“ Ayo Chi, lu jalan aja sama Bre, kita nggak akan ikut. Kita mau istirahat. Iya kan Ferucha?,”ucap Detriz.

Ferucha hanya membalas ucapan Detriz dengan senyuman.

Aku kemudian terdiam dan merasakan dilemma. Aku merasa dilemma karena aku juga tidak tega dengan Ferucha. Aku tahu, Ferucha menyukaiku tapi kondisinya sekarang berbeda. Ferucha sekaranag menjdai manager bandku, dan kami sudah berkomitmen tidak boleh ada ikatan cinta antara manager dengan personil band “The Stars”

“Ayo donk Chi,”ajak Bre.

“ Yaudah deh, gw pergi dulu ya,”ucapku pada mereka.

Aku lalu pergi meninggalkan Ferucha dan sahabat-sahabatku.

☻☻☻

Bre menghentikan mobilnya tepat di depan pedagang makanan kaki lima yang berada di kawasan Kemang. Malam itu, Bre mengajakku menyantap sop kaki kambing khas Jakarta.

Susana di warung sop kaki cukup sepi, pembelinya hanya aku dan Bre saja. Saat aku sedang melahap sop kaki, Bre tiba-tiba memandangku dan dia berbisik.

“ Chi, aku sayang kamu. Kamu mau nggak balik lagi sama aku?,”ucapnya pelan.

Aku kemudian memberhentikan makanku itu.

‘”Balik sama aku?,”ucapku.

“ Iya, kamu mau kan balik lagi sama aku?,”pintanya.

Aku kemudian terdiam. Aku berfikir panjang dan aku ingat pada Ferucha. Aku tidak mau menyakiti Ferucha. Jika aku kambali pada Bre, maka akan ada hati yang etrsakiti.

“ Sorry Bre, aku nggak bisa buat balik lagi sama kamu,”ucapku.

“ Kenapa? Pasti gara-gara Ferucha ya? Kamu suka kan sama Ferucha?,”ucap Bre.

“ Nggak, bukan gitu. Untuk saat ini, aku mau aku focus dengan bandku dan aku mau kita jadi sahabat. Maaf ya Bre. Dulu aku memang selalu mengharapkan kamu buat kembali sama aku. Tapi sekarang aku tidak ingin sibuk dengan urusan cinta, sekarang yang aku mau hanya kesuksesan band “The Stars.” Maafin aku ya Bre,”ucapku menjelaskan padanya.

Aku memang merasa tidak enak dengan Bre, tapi ini benar-benar keputusanku. Bre dan Ferucha adalah sahabat baik, aku tidak mau membuat persahabatan mereka rusak hanya gara-gara masalah cinta dan hanya gara-gara aku.

Bre mengantarkanku ke hotel tempat aku menginap. Tiba di kamar hotel, aku sudah disambut oleh Dara, Deriz, Diora dan juga Ferucha. Aku dan Bre lalu bergabung bersama Dara, Detriz, Diora dan juga Ferucha.

“Ayo Chi, sekarang kita pesta minum hot cappuccino,”ucap Dara sambil memberiak segelas hot cappuccino padaku.

“Bre..”ucap Ferucha sambil memberikan segelas hot cappuccino pada Bre.

Aku meminum hot cappuccino yang diberikan oleh Dara padaku, dan malam itu, kami sangat bahagia dan gembira. Aku melihat Bre dan Ferucha sedang asik mengobrol sambil meminum hot cappuccino. Aku tidak tahu apa yang mereka obrolkan, tapi aku lega melihat mereka mengobrol bersama. Bre dan Ferucha menyukaiku, aku juga menyukai Bre dan Ferucha, tapi aku tidak mungkin untuk memilih salah satu diantara mereka. Aku sekarang menyayangi mereka sebagai seorang sahabat.

Aku tidak mengharapkan dapat memiliki salah satu dari mereka, mungkin nanti akan ada pangeran tampan yang akan menjadi belahan jiwaku dan itu buak Bre atau Ferucha.

Sungguh semua ini di luar dugaan, semua berubah, aku dan band ku, dulu hanya dikenal di kota Bandung saja, tetapi sekarang, seluruh Indonesia mengenal kami. Aku tersenyum riang bersama sahabat-sahabatku. Semua kisahku yang terdahulu yang pernah aku alami, sudah aku kubur dalam-dalam. Bagiku, yang terpenting pada saat ini hanyalah “The Stars,”keluargaku, Bre dan juga Ferucha. Sekarang aku bisa tersenyum lagi melihat keajaiban dan perubahan dari semua kehidupanku.

The End

Widia Ratna J

02.C.070804

Broadcast